Saturday 19 October 2013

Ekonomi Islam

KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM
Secara teoritis terdapat tiga aliran besar dalam system perekonomian : yaitu: sitem kapitalisme, sosialisme, dan paradigma ekonomi Islam. Dalam operasionalnya, ekonomi Islam mempunyai karasteristik dan landasan yang berbeda dengan sistem kapitalisme dan sosialisme.
1.Dialektika Nilai-Nilai Spiritualisme Dan Materialisme
Sistem  perekonomian kontemporer hanya terkonsentrasi terhadap peningkatan utility dan nilai-nilai materialisme suatu tanpa menyentuh nilai-nilai spiritualisme dan etika kehidupan masyarakat. Sistem kapitalisme memisahkan intervensi agama dari perbagai kegiatan dan kebijakan ekonomi, padahal pelaku ekonomi merupakan penggerak utama bagi perkembangan peradaban dan perekonomian masyarakat. Akhirnya, kehidupan ekonomi masyarakat terbebas dan koridor agama, sehingga kebijakan individualah yang berperan dalam pengembangan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, Dengan demikian, terbentuklah individu-individu yang bersifat individualistik dan materialistik.
Dalam konsep Karl Marx, agama merupakan faktor penghambat bagi terciptanya kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat (an obstacle to economic growth).Dalam konsep ekonomi Islam terdapat dialektika antara nilai-nilai spiritualisme dan materialisme. Perbagai kegiatan ekonomi, khususnya transaksi harus berdasarkan keseimbangan dan kedua nilai tersebut. Hal ini menunjukan sebuah konsep ekonomi yang menekankan nilai-nilai kebersamaan dan kasih sayang di antara individu masyarakat. Konsep dialektika tersebut juga kita temukan dalam rukun Islam. Di samping kita diperintahkan untuk mengakui ke-Esaan Allah Swt, membenarkan risalah Muhammmad Saw dan mengerjakan shalat, kita juga diperintahkan untuk membayar zakat atas harta kekayaan yang telah mencapai nisbah. (ketentuan). Karena dalam konsep zakat, terdapat nilai-nilai spiritualisme dan materialisme, yaitu zakat merupakan ibadah yang berdimensi social.
Dalam konsep zakat kita temukan suatu proses pensucian diri dan nilai-nilai kekikiran dan individualistik, di samping mengandung nilai ibadah. Selain itu, zakat merupakan salah satu instrumen dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta merupakan sumber dana jaminan sosial. Dengan zakat, kebutuhan pokok masyarakat akan terpenuhi. Sehingga aggregate demand yang ada tetap terjaga dan dapat menggairahkan sektor produksi. Melalui konsep zakat, dapat clirasakan adanya harmonisasi nilai spiritual dan material hagi kesuksesan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
2. Kebebasan Berekonomi
Dalam kerangka merealisasikan konsep kebebasan individu pada kegiatan ekonomi, kapitalisme menekankan prinsip persamaan bagi setiap individu masyarakat dalam kegiatan ekonomi secara bebas untuk meraih kekayaan. Realitasnya, konsep kebebasan tersehut menimbulkan kerancuan bagi proses distribusi income (pendapatan) dan kekayaan. Selain itu, sistem tersebut secara otomatis mengklasifikasikan masyarakat menjadi dua bagian, yaitu pemilik modal dan para pekerja. Dalam konsep sosialisme, masyarakat tidak mempunyai kebebasan sedikit pun dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kepemilikan individu dihilangkan dan tidak ada kebebasan untuk melakukan transaksi dalam kesepakatan perdagangan.
Dalam ekonomi Islam, tidak menafikan intervensi pemerintah, Kebijakan pemerintah merupakan sebuah keniscayaan ketika perekonomian dalam kondisi darurat, selama hal itu dibenarkan secara syar’i. Intervensi harus dilakukan ketika suatu kegiatan ekonomi berdampak pada kemudharatan bagi kemaslahatan masyarakat. Intervensi juga harus diterapkan ketika pasar tidak beroperasi secara normal akibat penyimpangan mekanisme pasar, seperti halnya kebijakan pemerintah dalam memberantas monopoli (false demand and supply) dan mekanisme pasar. Maka dan itu, tetap dibenarkan kepemilikan individu dan kebebasan bertransaksi sepanjang tetap dalam koridor syaniah. Kebebasan tersebut akan mendorong masyarakat untuk beramal dan berproduksi demi tercapainya kemaslahatan hidup bermasyarakat.
3. Dualisme Kepemilikan
Hakikatnya, pemilik alam semesta beserta isinya hanyalah Allah semata. Manusia hanyalah merupakan wakil Allah dalam rangka memakmurkan dan menyejahterakan bumi. Kepemilikan manusia merupakan derivasi kepemilikan Allah yang hakiki. Untuk itu, setiap langkah dan kebijakan ekonomi yang diambil oleh manusia untuk memakmurkan alam semesta tidak holeh bertentangan dengan ketentuan yang digariskan oleh Allah Yang Maha Memiliki.
Allah Swt herfirman, “… kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Ma’ idah: 17)
“Berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya dan nafkahkanlah sebagian dan hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya (QS. Al-HadId: 7)
Kepemilikan Allah merupakan kepemilikan murni dan hakiki. Harta yang dimiliki oleh manusia merupakan titipan yang kelak pasti kembali kepada-Nya. Kendatipun demikian, manusia diberi kebebasan untuk memberdayakan, mengelola, dan memanfaatkan harta henda sebagaimana yang telah disyariatkan. Adapun kepemilikan manusia terhadap sumber daya alam terbagi menjadi kepemilikan individu dan kepemilikan publik (private and public property),
Ingin menguasai dan memiliki harta kekayaan, sesuai dengan sifat dasar manusia. Karena itu, syariah Islam membenarkan kepemilikan individu, tetapi tidak hersifat mutlak. Terlebih dalam mencari, mengelola, dan membelanjakan harta harus sesuai dengan nilai-nilai syariah. Tidak holeh menghalalkan segala cara yang merugikan pihak lain dan dapat mengganggu kemaslahatan bersama.
Allah Swt berfirman, “Dan jika kamu bertaubat (dan mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya.” (QS. Al 279).
Konsep keseimbangan merupakan karakteristik dasar ekonomi Islam. Karena Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan seimbang. Salah satu wujud keseimbangan kepemilikan manusia adalah adanya kepemilikan public sebagai penyeimbang kepemilikan individu, Kepemilikan publik merupakan kepemilikan yang secara asal telah ditentukan oleh syariah. Asas dan pijakan kepemilikan publik adalah kemaslahatan bersama. Segala komoditas dan jasa yang dapat menciptakan ataupun menjaga keseimbangan dan kemaslahatan bersama merupakan barang publik yang tidak butuh dimiliki secara individu (public goods). Kepemilikan public goods dapat didelegasikan kepada pemerintah ataupun instansi lain yang mempunyai nilai-nilai amanah dan responsibility (tanggung jawab) yang dapat dibenarkan oleh syariah.
Berkenaan dengan kepemilikan publik, Rasulullah pernah mengindikasikannya dalam sebuah hadits, “Manusia bersekutu dalam 3 hal: air, padang sahara, dan api.” Penuturan Rasulullah atas ketiga komoditas di atas, bukan berarti public goods hanya dibatasi oleh 3 komoditas tersebut. Akan tetapi, makna hadits tersebut dikontekstualisasikan sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagian ulama berpendapat, penyebutan Rasulullah atas ketiga komoditas tersebut adalah sebagai contoh dan bukan berupa pembatasan. Dengan demikian, kita bisa melakukan derivasi atas segala barang yang bersumber dan ketiga komoditas tersehut. Selain itu, kita juga bisa mengambil substansi komoditas tersebut dalam mewujudkan kemaslahatan hidup hersama, sehingga kita mampu metakukan analogi terhadap semua jenis komoditas dengan tingkat substansi yang sama.
Kepemilikan publik merupakan jenis atau bentuk komoditas yang herfungsi sebagai elemen kemaslahatan hidup bersama yang tidak boleh dimiliki oleh individu. Komoditas tersehut harus dikelola oleh sebuah instansi yang berfungsi menjaga kemaslahatan hidup bersama  “Segala hasil tambang yang menjadi pilar utama kemaslahatan hidup bersama, seperti air, garam, sulfur, aspal, gift, minyak, batu bara, dan lain sebagainya, tidak boleh dikuasai oleh individu yang tujuannya bukan untuk kemaslahatan bersama. Karena hal tersebut akan menimbulkan kerugian dan kesengsaraan hagi kehidupan masyarakat.”
Demikian juga dengan tanah pemerintah, harta wakaf, sumber kekuatan hidrolik, dan sumber-sumber kekuatan lainnya termasuk dalam kategori public goods yang tidak boleh dimiliki oleh individu. Hal tersebut dikhawatirkan terjadinya eksploitasi dalam mendapatkan keuntungan dan komoditas yang dimiliki. Tentunya, hal tersebut akan menyebahkan ketidakseimbangan dalam kehidupan masyarakat.
4. Menjaga Kemaslahatan Individu dan Bersama
Kemaslahatan bagi individu dan masyarakat merupakan hal terpenting dalam kehidupan ekonomi, Hal inilah yang menjadi karakteristik ekonomi Islam, di mana kemaslahatan individu dan bersama harus saling mendukung. Dalam arti, kemaslahatan individu tidak boleh dikorbankan demi kemaslahatan bersama dan sebaliknya. Dalam mewujudkan kemaslahatan kehidupan bersama, negara rnempunyai hak intervensi apahila terjadi eksploitasi atau kezaliman dalam mewujudkan sebuah kemaslahatan. Negara harus bertindak jika terjadi penyimpangan operasional yang merugikan hak-hak kemaslahatan.
Untuk mengatur dan menjaga kemaslahatan masyarakat, diperlukan sehuah instansi yang mendukung. Al-Hisbah merupakan instansi keuangan dalam pemerintahan Islam yang berfungsi sebagai pengawas atas segala kegiatan ekonomi, Lembaga tersebut bertugas untuk mengawasi semua infrastruktur yang terlibat dalam mekanisme pasar. Apabila dalam mekanisme terjadi penyimpangan operasional, maka Al-Hisbah berhak melakukan intervensi. Selain itu Allah mempunyai wewenang untuk mengatur tata letak kegiatan ekonomi disamping diwajibkan untuk  menyediakan semua fasilitas kegiatan ekonomi demi terciptanya kemaslahatan hidup bersama.
Lembaga zakat merupakan sebuah kelaziman bagi terciptanya bangunan ekonomi Islam. Institusi zakat merupakan elemen yang berfungsi untuk menampung dana zakat dan para muzakki (pembayar zakat). Institusi zakat mempunyai otoritas penuh dalam pengelolaan dan pendistribusian dana zakat, di samping mempunyai wewenang untuk menarik zakat dan para muzakki dan berkewajiban untuk mendistribusikannya kepada mustahiq (yang berhak menerima zakat).
Empat karakteristik dasar yang telah diuraikan merupakan elemen utama yang membedakan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi kontemporer. Dan beberapa literatur yang ada, dapat juga ditemukan karakteristik lain sebagai rujukan atau prinsip dasar ekonomi Islam, yaitu:
a. Saling menjaga kemaslahatan bersama dan saling mengasihi satu sama lain. Hal tersebut dapat direalisasikan dengan penetapan harga yang adil dan upah yang sesuai dengan pekerjaan serta aplikasi konsep shadaqah dan zakat.
b. Mengajak untuk menggunakan uang sebagai medium of exchange (alat tukar) dan bukan sebagai komoditas yang dapat menggiring seseorang terjerumus ke dalam transaksi ribawi. Menciptakan mekanisme pasar yang jauh dan praktik ikhtikar (monopoli), penipuan, dan tindak kezaliman.
c. Mengajak untuk bersama-sama meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi dengan cara bekerja secara profesional dan mendorong bangkitnya sektor produksi. Di samping itu, harus dijauhkan sifat boros dan hermewah mewahan dalam membelanjakan harta.
e. Memprioritaskan kemaslahatan bersama. Tujuan tersebutdapat tercapai dengan rnewajibkan pajak, taksir (penentuan harga), menentukan kaidah berkonsumsi, dan mengelola harta orang safth (yang tidak mengetahui kalkulasi matematis ekonomi) serta menumbuhkan sektor produksi.
PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM
Sistem keuangan dan perbankan Islam merupakan bagian dan konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, di mana tu juannya, sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalal-i memberlakukan sistem nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika inilah, maka keuangan dan per bankan Islam bagi kebanyakan Muslim adalah bukan sekadar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi fi nansial itu dipandang oleh banyak kalangan Muslim sebagai ke wajiban agama. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan batas-batas yang digariskan oleh Islam.
Islam berbeda dan agama-agama lainnya, dalam hal itu dilandasi dengan postulat iman dan ibadab. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam secara bersarna-sama dapat diterjemahkan ke dalam teori dan juga dapat diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran Islam, perilaku individu dan masyarakat ditujukan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada. Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam ekonomi Islam sehinga implikasi ekonomi yang dapat ditarik dan ajaran Islam berbeda dengan ekonomi tradisional. Oleh sebab itu, dalam ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah yang dapat mewakili atuan ekonomi Islam.
Menurut Metwally, prinsip-prinsip ekonomi Islam itu secara aris besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1)      Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipan dang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
2)      Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu diatasi oleh kepentingan masyarakat, dan kedua. Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
(3) Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Seorang Muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, pe nerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur’an:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bcztil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan secara suka sama suka di antara kalian…” (QS 4:29).
(4) Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur’an mengungkapkan bahwa, : “Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dan penduduk negeri- negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang—orang da lam perjalanan, supaya harta itu jangan. hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian…” (QS 57:7).
Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang sa ja. Konsep mi berlawanan dengan sistem ekonomi kapitalis, di mana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali indu stri yang merupakan kepen tingan umum.
(5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunah Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api.” Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan, harus dikelola oleh Negara demikian pula keperlan bahan bakar dalam negen dan industri tidak boleh dikuasai aleh individu,
(6) Seorang Muslim harus takut kepada Allah danhari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur’an:
“Dan takutlah pada han sewaktu kamu dikembalikan kepczda Allah, kemudian masing-masing dibenkan hal asan yang sempurna terhadap apa yang telah dilakukan nya. Dan mereka tidak teraniaya…” (QS 2:28 1). Oleh kare na itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perda gangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.
(7) Seorang Muslim yang kekayaannya melebihi ukuran tertentu (nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Menurut  pendapat para ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif (idle assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dan transaksi (net earning from transaction), dan 10% (sepuluh persen) dan pendapatan bersih investasi.
(8) Islam melarang setiap pembayaran bunga (nba) atas berba gai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dan te man, perusahaan perorangan, pemenintah ataupun institusi la Al Qur’an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal mi dapat dilihat dan turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara berturut-turut sebagai berikut:
Pada tahap pertama dalam Surat (30) Ar Rum ayat 39 Allah berfirman:
“Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencari keridhoan Allah maka itulah oranq-orang yanq melipatgandakan puhalanya.”
Tahap kedua Allah berfirman dalam surah (4) An Nisa’ ayat I 60- 16 1 sebagai berikut:
“Maka disebabkan karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dan jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya telah dila rang dan padanya, dan karena mereka memakan harta ma nusia dengan jalan yang batil. Dan Kami telah menye diakan untuk orang-o rang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Tahap ketiga diturunkan oleh Allah melalui surat (3) Au Imran ayat 130 sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Tahap terakhir larangan nba terdapat dalam Surat (2) Al Baqarah ayat 278-279:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa nba, jika kamu orang orang yang beniman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (penintah itu), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga. Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga adalah tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman Yunani kuno. Aris toteles adalah orang yang amat menentang dan melarang bunga, sedang Plato juga mengutuk praktek bunga. Dalam Perjanjian Lama, larangan riba juga tercantum dalam Leviticus 25:27.
Dalam ekonomi syari’ah, dikotomi sektor moneter dan riil tidak dikenal. Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan istilah konvensional, maka karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, khususnya perdagangan. Inilah yang dianjurkan Islam, ”Allah menghalalkan jual beli (perdagangan) dan mengharamkan riba”.(QS.2:275). Ayat tersebut secara tegas membolehkan jual-beli atau perdagangan dan mengharamkan riba. Jual beli atau perdagangan adalah kegiatan bisnis sektor riel. Kegiatan bisnis sektor keuangan tanpa dikaitkan dengan sektor riil adalah aktivitas ribawi yang dilarang dalam ekonomi Islam.
Oleh karena keharusan terkaitnya sektor moneter dan sektor riil, maka perbankan syari’ah mengembangkan sistem bagi hasil, jual beli dan sewa. Dalam bagi hasil, terdapat bisnis sektor riil yang dibiayai dengan pembagian keuntungan yang fluktuatif. Demikian pula dalam jual beli, ada sektor riil yang mendasari kebolehan penambahan (ziyadah) dalam harta.
Dalam ekonomi syari’ah sistem bagi hasillah (profit and loss sharing) yang kemudian menjadi jantung dari sektor ‘moneter’ Islam, bukan bunga. Karena sesungguhnya, bagi hasil sebenarnya sesuai dengan iklim usaha yang memiliki kefitrahan untung atau rugi. Tidak seperti karakteristik bunga yang memaksa agar hasil usaha selalu positif. Islam tidak mengenal konsep time value of money, Jadi penerapan sistem bagi hasil pada hakikatnya menjaga prinsip keadilan tetap berjalan dalam perekonomian. Karena memang kestabilan ekonomi bersumber dari prinsip keadilan yang dipraktikkan dalam perekonomian.
Ekonomi Islam bukan saja menjanjikan kestabilan “moneter” tetapi juga pembangunan sektor riil yang lebih kokoh. Krisis moneter yang telah menjelma menjadi krisis multi dimensi di Indonesia ini, tak dapat diobati dengan varibel yang menjadi sumber krisis sebelumnya, yaitu sistem bunga dan utang, artinya tidak bisa dengan mengutak-atik suku bunga tetapi harus oleh variabel yang jauh dari karakteristik itu, yaitu dengan sistem bagi hasil dalam dunia perbankan dan lembaga finansial lainnya.
Fatwa MUI tentang pelarangan bunga, dalam perspektif ekonomi, adalah sebuah upaya untuk mengobati krisis yang melanda Indonesia sejak 6 tahun terakhir, karena kalau sistem bunga masih dipertahankan, seratusan trilyun uang rakyat yang berasal dari pajak dan kenaikan harga BBM, listrik dan telephon, digunakan untuk kepentingan membayar bunga yang disumbangkan untuk bank-bank raksasa dalam bentuk bunga obligasi, bahkan dalam tiga tahun terakhir, lebih seratus trilyun disumbangkan untuk membayar bunga SBI yang saat itu pernah mencapai 17 % setahun . Padahal dana sebesar itu bisa digunakan untuk pendidikan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan kebutuhan infra-struktur seperti pembangunan jalan-jalan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Karena itulah diusulkan kepada pemerintah agar mendorong mekanisme bagi hasil menjadi dominan dalam sektor keuangan Indonesia, melalui lembaga perbankan syari’ah, asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah dan Baitul Mal wat Tamwil, agar sektor riel kembali bangkit di Indonesia.

Perbedaan ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.

Ciri khas ekonomi syariah

Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur’an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur’an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
  1. Kesatuan (unity)
  2. Keseimbangan (equilibrium)
  3. Kebebasan (free will)
  4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti “kelebihan”. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[9]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…
Riba itu ada dua macam:nasiah dan fadhi. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhi ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda dan umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah
PANDANGAN ISLAM TENTANG UANG
Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar bukan sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dan salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (bai’al muqayyadah), di mana barang saling dipertukar kan. Menurut Afzalur Rahman:
“Rasulullah saw menyadari akan kesulitan-kesulitan dan ke Icmahan-kelernahan sistem pertukaran in lalu beliau ingin unenggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang. Oleh ka rena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk meng gunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka.”
Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan oleh Ata bin Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri.
“Ternyata Rasulullah SAW tidak menyetujui transaksi transaksi dengan sistem barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Tampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur riba di dalamnya.”
Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation, karena spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dan system konvensional yang memberikan bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta sebagai obyek zakat. Uang adalah milik masyarakat sehingga menimbun uang di bawah bantal (dibiarkan tidak produktif) dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Dalam Islam, uang adalah flow concept, sehingga harus sekilti I)(lj)tl1 ddkim perekonomian. Scrnakin cepat uang berputar dalam per (kollomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin baik perekonomian.
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau Mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi-hasil. Bila ia tidak ingin mengambil risiko karena bermusyarakah atau bermudharabah, maka Islam sangat menganjurkan untuk mela kukan yard, yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apa pun, ka rena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah nba.
Secara mikro, qard tidak memberikari manfaat Iangsung bagi orang yang meminjamkan. Namun secara makro, qard akan memberikan manfaat tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal mi disebabkan karena pemberian yard mem buat velocity of money (percepatan perputaran uang) akan hertambah cepat, yang berarti bertambahnya darah baru bagi perekonomian, sehingga pendapatan nasional (national income) meningkat. Dengan peningkatan pendapatan nasional, maka si pemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya. Demi kian pula, pengeluaran shadaqah juga akan memberikan man faat yang lebih kurang sama dengan pemberian qard.
Islam juga tidak mengenal konsep time value of money, na mun Islam mengenal konsep economic value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam memperbo lehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi daripada bar ga tunai. Zaid bin Au Zainal Abidin bin Hussein bin Au bin Abi Thalib, cicit Rasulullah SAW, adalah orang yang pertama kali menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tangguh bayar (deferred payment) lebih tinggi daripada harga tunai.
Yang lebih menarik adalah bahwa dibolehkannya penetapan harga tangguh yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan time value of money. namun karena semata – mata ditahannya hak si penjual barang, Dapat dijelaskan di sini bahwa bila barang dijual tunai dengan untung Rp 500, maka si penjual dapat membeli lagi dan menjual lagi sehingga dalam Satu hari itu keuntungannya adalab Rp 1.000. Sedangkan bila dijual tangguh bayar, maka hak si penjual menjadi tertahan, sehingga dia tidak dapat membeli lagi dan menjual lagi. Akibat lebih jauh dan itu, hak dan keluarga dan anak si penjual untuk makan malam pada hari itu tertahan oleh pembeli. Untuk alasan inilah, yaitu tertahannya hak penjual yang telah memenuhi kewajibannya (menyerahkan barang), maka Islam membolehkan penetapan harga tangguh lebih tinggi daripada harga tunai.
Sektor Finaansial Mengikuti Sektor Riil
Dalam konsep ekonomi syari’ah, jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi syari’ah, jumlah uang yang beredar ditentukan dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yakni ditentukan oleh banyaknya permintaan akan uang di sektor riil. Atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian.
Dalam ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor riil. Inilah perbedaan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalis. Di dalam ekonomi kapitalis dengan jelas dipisahkan sektor finansial dengan sektor riil. Maka pengembangan perbankan dan keuangan syariah saat ini jangan terjebak kepada paraktek kapitalisme tersebut. Dengan demikian, apabila ummat Islam Indonesia hanya sibuk mengembangkan sektor perbankan dan keuangan Islam, tanpa membenahi dan menyeimbangkannya dengan pertumbuhan dan pembangunan sektor riil, maka berarti kita telah memperaktekkan sistem kapitalisme, dan hal ini merupakan ancaman kehancuran ekonomi Islam di masa depan.
Bila berpijak pada sejarah dan logika umum, maka tidak mustahil gerakan ekonomi Islam bila tidak segera dilakukan perubahan orientasi akan menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian dan menimbulkan citra negatif bagi ekonomi syari’ah. Dalam kondisi seperti itu, bukan tidak mungkin para pelaku dan tokoh ekonomi Islam akan dipersalahkan oleh banyak pihak. Lebih celaka lagi kalau masyarakat pada akhirnya kehilangan kepercayaan dan kita semua kehilangan kesempatan untuk membuktikan apa yang selama ini kita yakini dan kita kembangkan dengan penuh antusias.
Kini belum terlambat untuk mengubah orientasi gerakan ekonomi Islam menuju keseimbangan. Oleh karena itu, semua pihak, sesuai dengan peran masing-masing dapat melakukan aksi berbagai kegiatan bisnis sektor riil. Kegiatan sektor riil yang bisa dikembangkan cukup banyak antara lain, sektor agribisnis, mini market, konveksi, pabrik segala kebutuhan ummat Islam, seperti pabrik susu, pabrik odol, sabun, shampo dan ratusan jenis kebutuhan masyarakat lainnya. Dalam mengembangkan sektor riil ini, diperlukan kordinasi yang baik dengan semua pihak yang terkait, seperti bank sentral, masyarakat ekonomi syari’ah, bankir syari’ah, para akademisi, pengusaha dan ulama.
Paraahli ekonomi moneter kontemporer menyimpulkan bahwa yang menjadi pemicu terjadinya krisis adalah deviasi dalam sektor keuangan yang memainkan aktivitas spekulasi. Sektor keuangan dalam praktek ini terlepas dari sektor riil. Kekacauan di sektor ini mengakibatkan kekacauan di sektor riil (produksi, perdagangan dan jasa). Harga-harga barang dan jasa naik, bukan karena hukum permintaan dan penawaran (supply and demand), tapi karena suku bunga perbankan naik, tarjadinya depresiasi rupiah atau bahkan karena faktor psikologis seperti yang diakui oleh paa pedagang kecil yang tidak tahu menahu mengapa harga barang naik, akhirnya juga harus ikut menaikkan harga barang dagangannya bila tidak ingin merugi.
Yang paling berat agaknya adalah sektor properti. Karena suku bunga pinjaman naik, banyak proyek properti yang terbengkalai. Terhenti di tengah jalan atau tidak lalu, lantaran pengusaha dan konsumen tak mampu lagi meminjam uang ke bank dengan beban bunga yang cukup tinggi. Akhirnya ratusan ribu buruh dan karyawan sektor properti kehilangan pekerjaan. Ini jelas akan menambah penganguran.
Sementara itu, harga-harga kebutuhan pokok juga ikut merangkak naik Sektor otomotif juga terpukul. Angka penjualan mobil juga terus menurun. Bila bulan Agustus 1997 di awal krisis terjual 43.000 unit mobil dari berbagai merek, maka pada bulan September hanya terjual 35.000 unit. Bulan-bulan berikutnya permintaaan terus semakin menurun. Apalagi pengusaha otomotif dengan terpaksa harus menaikkan harga mobil sekitar 10 %, suatu langkah yang sulit dihindari, karena ongkos produksi dan biaya penyediaan komponen impor terus melonjak seiring meningkatnya nilai dollar.
PIRANTI KEUANGAN/PERBANKAN SYARIAH
Sistem keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dengan menggunakan prinsip penyertaan dalam rang ka pemenuhan permedalan (equity financing) maupun dengan prinSip pinjaman dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembia yaan (debt financing).
Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuh an tersebut, yaitu melalui akad-akad bagi hasil (profit and loss sharing), sebagai metode pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing), dan akad-akad jual-beli (al bai’) untuk meme nuhi kebutuhan pembiayaan (debt financing). Bank Islam tidak menggunakan metode pinjam-meminjam uang dalam rangka ke giatan komersial, karena setiap pinjam-meminjam uang yang di lakukan dengan persyaratan atau janji pemberian imbalan ada- lab termasuk nba. Oleh karena itu mekanisme operasional per bankan Syariah dijalankan dengan menggunakan piranti-piranti keuangan yang mendasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
Prinsip Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing)
1. Musyarakah (Joint venture profit sharing)
Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk suatu perusahaan (syirkah al inan) sebagai badan hukum (legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi (voting right) perusahaan sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan atau kerugian proporsional sesuai dengan modal masing-masing
2. Mudharabah (trustee profit sharing) :
Hubungan kontrak bukan antar pemilik modal, tetapi antara penyedia dana (shahibul maal) dan intreprenuer (mudharib). Pada kontrak mudharabah, seorang mudharib memperoleh modal dari unit ekonomi lainnya untuk tujuan melakukan perdagangan. Jika proyek selesai, mudharib akan mengembalikan modal tersebut kepada penyedia dana berikut porsi keuntungan yang disetujui sebelumnya. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh shahibul maal. Sedangkan mudharib akan kehilangan imbalan bagi hasil atas kerja yang dilakukannya .
Terdapat dua tipe mudharabah.
Mudharabah Mutlaqah: Pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan.
Mudharabah Muqayyadah: Pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaann dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
Prinsip Jual Beli (Al Bai’)
Pengertian jual beli meliputi berbagai akad pertukaran (exchange) antara suatu barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang dan jasa lainnya. Penyerahan jumlah atau harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan dengan segera (cash and carry) ataupun secara tangguh (deffered). Jenis Jual beli yang lazim digunakan sebagai model pembiayaan syariah adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bai’ al murabahah, bai’ as salam dan bai’ al istishna’. Bai’ al murabahah adalah akad jual beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang di perjual belikan, termasuk harga pembelian, dan keuntungan yang diambil.
Dalam teknis perbankan, murabahah adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank memperoleh keuntungan jual beli yang disepakati bersama .Bai’ as salam adalah akad jual beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati.
Dalam teknis perbankan, Bai’ al istishna’ hampir sama dengan bai’ as salam, yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tapi dapat diangsur sesuai jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibelidiproduksi dan diserahkan kemudian. Prinsip Sewa dan sewa-beli Model ini secara konvensional dikenal sebagai operating lease dan financing leasing
Prinsip Qard
Meminjamkan harta keharta kepada orang lain tanpa mengharap imbalan
Prinsip Wadi’ah (titipan) : Wadi’ah yad amanah  dan  Wadi’ah yad dhamanah
Prinsip lainnya :
a. Prinsip Rahn
b. Prinsip Wakalah
c. Prinsip Kafalah
d. Prinsip Hawalah
e. Prinsip Ju’alah
f. Prinsip Sharf
Selama ini kalau kita berbicara tentang muamalah, terutama ekonomi, kita akan berbicara tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Hal ini memang merupakan prinsip dasar dari muamalah itu sendiri, yang menyatakan: “Perhatikan apa yang dilarang, diluar itu maka boleh dikerjakan.” Tetapi pertanyaan kemudian mengemuka, seperti apakah ekonomi dalam sudut pandang Islam itu sendiri? Bagaimana filosofi dan kerangkanya? Dan bagaimanakah ekonomi Islam yang ideal itu?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka sebenarnya kita perlu melihat bagaimanakah metodologi dari ekonomi Islam itu sendiri. Muhammad Anas Zarqa (1992), menjelaskan bahwa ekonomi Islam itu terdiri dari 3 kerangka metodologi. Pertama adalah presumptions and ideas, atau yang disebut dengan ide dan prinsip dasar dari ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari Al Qur’an, Sunnah, dan Fiqih Al Maqasid. Ide ini nantinya harus dapat diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah dalam membangun kerangka berpikir dari ekonomi Islam itu sendiri. Kedua adalah nature of value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam terhadap kondisi ekonomi yang terjadi. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep utilitas dalam Islam. Terakhir, yang disebut dengan positive part of economics science. Bagian ini menjelaskan tentang realita ekonomi dan bagaimana konsep Islam bisa diturunkan dalam kondisi nyata dan riil. Melalui tiga pendekatan metodologi tersebut, maka ekonomi Islam dibangun.
Ahli ekonomi Islam lainnya, Masudul Alam Choudhury (1998), menjelaskan bahwa pendekatan ekonomi Islam itu perlu menggunakan shuratic process, atau pendekatan syura. Syura itu bukan demokrasi. Shuratic process adalah metodologi individual digantikan oleh sebuah konsensus para ahli dan pelaku pasar dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan perilaku pasar. Individualisme yang merupakan ide dasar ekonomi konvensional tidak dapat lagi bertahan, karena tidak mengindahkan adanya distribusi yang tepat, sehingga terciptalah sebuah jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Pertanyaan kemudian muncul, apakah konsep Islam dalam ekonomi bisa diterapkan di suatu negara, misalnya di negara kita? Memang baru-baru ini muncul ide untuk menciptakan dual economic system di negara kita, dimana ekonomi konvensional diterapkan bersamaan dengan ekonomi Islam. Tapi mungkinkah Islam bisa diterapkan dalam kondisi ekonomi yang nyata?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Umar Chapra (2000) menjelaskan  bahwa terdapat dua aliran dalam ekonomi, yaitu aliran normatif dan positif. Aliran normatif itu selalu memandang sesuatu permasalahan dari yang seharusnya terjadi, sehingga terkesan idealis dan perfeksionis. Sedangkan aliran positif memandang permasalahan dari realita dan fakta yang terjadi. Aliran positif ini pun kemudian menghasilkan perilaku manusia yang rasional. Perilaku yang selalu melihat masalah ekonomi dari sudut pandang rasio dan nalarnya. Kedua aliran ini merupakan ekstrim diantara dua kutub yang berbeda.
Lalu apa hubungannya kedua aliran tersebut dengan pelaksanaan ekonomi Islam? Ternyata hubungannya adalah akan selalu ada orang-orang yang mempunyai pikiran dan ide yang bersumber dari dua aliran tersebut. Jadi atau tidak jadi ekonomi Islam akan diterapkan, akan ada yang menentang dan mendukungnya. Oleh karena itu sebagai orang yang optimis, maka penulis akan menyatakan ‘Ya’, Islam dapat diterapkan dalam sebuah sistem ekonomi.
Tetapi optimisme ini akan dapat terwujud manakala etika dan perilaku pasar sudah berubah. Dalam Islam etika berperan penting dalam menciptakan utilitas atau kepuasan (Tag El Din, 2005). Konsep Islam menyatakan bahwa kepuasan optimal akan tercipta manakala pihak lain sudah mencapai kepuasan atau hasil optimal yang diinginkan, yang juga diikuti dengan kepuasan yang dialami oleh kita. Islam sebenarnya memandang penting adanya distribusi, kemudian lahirlah zakat sebagai bentuk dari distribusi itu sendiri.
Maka, sesungguhnya kerangka dasar dari ekonomi Islam didasari oleh tiga metodologi dari Muhammad Anas Zarqa, yang kemudian dikombinasikan dengan efektivitas distribusi zakat serta penerapan konsep shuratic process (konsensus bersama) dalam setiap pelaksanaannya. Dari kerangka tersebut, insyaAllah ekonomi Islam dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu harus dibungkus oleh etika dari para pelakunya serta peningkatan kualitas sumber daya manusianya (Al Harran, 1996).  Utilitas yang optimal akan lahir manakala distribusi dan adanya etika yang menjadi acuan dalam berperilaku ekonomi. Oleh karena itu semangat untuk memiliki etika dan perilaku yang ihsan kini harus dikampanyekan kepada seluruh sumber daya insani dari ekonomi Islam. Agar ekonomi Islam dapat benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata, yang akan menciptakan keadilan sosial, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakatnya.
ZAKAT
A. DEFINISI ZAKAT
Secara etimologi, zakat memiliki beberapa makna yang di antaranya adalah suci. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syams: 9). Maksudnya adalah suci dan dosa dan kemaksiatan. Selain itu, zakat bisa bermakna tumbuh dan berkah. Secara syar’i, zakat adalah sedekah tertentu yang diwajibkan dalam syariah terhadap harta orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
B. HUKUM DAN SYARAT WAJIB ZAKAT
Allah mewajibkan zakat kepada setiap Muslim (lelaki dan perempuan) atas hartanya yang telah mencapai nishab. Zakat merupakan instrumen dalam mensucikan harta dengan membayarkan hak orang lain. Selain itu, zakat merupakan mediator  dalam mensucikan diri dan hati dari rasa kikir  dan cinta harta. Dan zakat merupakan instrument social untuk  kebutuhan dasar fakir dan miskin.
Allah Swt berfirman, “Ambillah zakat dan sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkannya dan mensucikan mereka…” (QS. At- Taubah: 103)
Zakat pertama kali diwajibkan, tidak ditentukan kadar dan jumlahnya, tetapi hanya diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan fakir dan miskin. Namun setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, diberlakukanlah beberapa ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi dalam zakat.
1. Islam
Intelektual Muslim sepakat bahwa zakat merupakan rukun Islam dan hanya diwajibkan untuk umat Islam. Hal tersebut berlandaskan kepada hadits Muadz bin Jabal ketika diutus ke Yaman yang diriwayatkan oleh AI-Bukhari. Zakat tidak diwajibkan kepada selain Muslim karena zakat merupakan kewajiban harta dalam Islam yang diambil dan orang kaya untuk diberikan kepada fakir, miskin, ibnu sabil, dan yang membutuhkan lainnya.
Zakat merupakan salah satu bentuk syiar Islam. Malikiyah menambahkan, Islam hanya merupakan syarat sahnya zakat dan bukan merupakan syarat wajib zakat. Zakat tidak diwajibkan kepada selain Muslim karena zakat merupakan bentuk ibadah. Namun bagi non-Muslim bisa diwajibkan pajak sebagai pengganti zakat dalam kerangka menanggung beban sosial masyarakat.
2. Sempurnanya Ahliyah
Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat diwajibkan atas harta anak kecil dan orang gila. Namun Hanafiyah berpendapat zakat tidak wajib atas harta mereka kecuali hasil pertanian dan perkebunan. Perbedaan itu muncul dan karakteristik dasar zakat itu sendiri. Sebagian berpendapat bahwa zakat merupakan ibadah mal dan sama halnya dengan shalat ataupun puasa. Karena itu, zakat hanya diwajibkan kepada orang baligh dan berakal, Sebab taklif (kewajiban) ibadah tidak sempurna kecuali dengan baligh dan berakal.
Rasulullah Saw bersabda, “Qalam diangkat oleh Allah dalam tiga perkara: anak kecil hingga baligh, orang tidur hingga bangun, dan orang gila sampai ia sadar.” (HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi, Abu Dawud)
Pendapat kedua mengatakan bahwa zakat merupakan kewajiban atas harta yang berhubungan dengan harta seseorang tanpa memandang pemiliknya; baik mempunyai ahliyyali (kecakapan) maupun tidak, dan tidak ada perbedaan bagi orang gila ataupun cerdas. Menurut sebagian besar ulama, pendapat ini merupakan pendapat yang utama. Pendapat ini berdasarkan nash Al-Qur’ an dan hadits yang mewajibkan zakat atas harta orang kaya secara mutlak, tidak ada pengecualian bagi anak kecil dan orang gila. Hal tersebut berdasarkan ayat di atas dan hadits Mu’adz bin Jabal.
3. Sempurnanya Kepemilikan
Kepemilikan muzakki (orang yang wajib zakat) atas harta yang dizakatkan merupakan kepemilikan yang sempurna. Dalam arti, harta tersebut tidak terdapat kepemilikan dan hak orang lain, Dalam hal ini, pemilik merupakan kepemilikan tunggal dan mempunyai kekuasaan penuh untuk melakuka transaksi atas harta terselut.
4. Berkembang
Harta yang merupakan objek zakat harus berkembang. Artinya, harta tersebut mendatangkan income atau tambahan kepada pemiliknya, seperti hasil pertanian, perkebunan, hewan ternak dan lain sehagainya. Rasulullah Saw tidak mewajibkan zakat atas barang yang tidak berkembang (harta yang tidak menambah kekayaan pemiliknya), Beliau hersabda, “Tidak ada kewajiban bagi Muslim atas kuda dan hambanya sebuah zakat.” 52
5. Nishab
Harta yang wajib dizakati harus sampai pada kadar tertentu yang disebut dengan nislwb. Harta yang dimiliki oleh seorang Muslim tidak wajib zakat kecuali te!ah mencapai nishab yang telah ditentukan, seperti unta harus rnencapai 5 ekor, kambing 40 ekor, dan lain sebagainya. Hikmah dan penentuan nishah adalah untuk menunjukan bahwa zakat hanya diwajihkan kepada orang-orang yang rnampu untuk diberikan kepada orang-orang yang memhutuhkan, Rasulullah Saw hersabda, “Tidak ada zakat kecuali hagi orang-orang yang kaya.”
6. Haul
Harta zakat yang telah mencapai nishab harus dalam kepemilikan ahlinya sampai waktu 12 bulan Qamariyah kecuali hasil pertanian, perkehunan, harang tambang, madu dan sejenisnya. Harta-harta tersebut tidak disyararkan adanya haul. Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa tendensi disyaratkannya haul ketika harta tersebut berpotensi dalam produktivitas,
C. DISTR1BUSI ZAKAT
Perbedaan mendasar zakat dengan sumber dana Baitul mal lainnya seperti kharaj dan jizyah adalah zakat didistribusikan kepada golongan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’ an dan sunna Zakat diberikan atas golongan tertentu karena mengandung nilai-nilai ekonomi, sosial, dan spiritual. Tujuan tersebut dapat tercapai jika zakat dialokasikan kepada 8 golongan seperti disebutkan dalam Al-Qur’ an.
Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatin (mualiaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang-orang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Tauhah: 60)
Penetapan terhadap kedelapan golongan tersebut bukan berarti harta zakat wajib dibagikan kepada mereka. Dana zakat boleh dialokasikan kepada delapan golongan tersebut jika dimungkinkan dan memadai. Namun, zakat boleh saja hanya diberikan kepada salah satu dari golongan tersehut. Diriwayatkan dan An-Nasa’ i, “Jika harta zakat banyak dan cukup untuk dibagikan kepada delapan golongan, maka harus dibagikan. Namun, jika tidak memadai boleh diberikan hanya pada satu golongan. Imam Malik berkata, “Zakat hartis diprioritaskan kepada golongan yang paling rnembutuhkan.”
1. Fakir Miskin
Fakir dan miskin merupakan elemen masyarakat yang sangat membutuhkan uluran tangan orang lain, Tujuan utama adanya zakat adaiah untuk menghilangkan kefakiran dan inernenuhi kebutuhan manusia. Karena itu, fakir dan miskin merupakan prioritas utama atas dana zakat. Sebenarnya terdapat perbedaan antara fakir dan miskin. Al.Mawardi menjelaskan bahwa fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu, sedangkan miskin adalah orang yang mempunyai sesuatu tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Kondisi fakir lebih buruk dari kondisi miskin.
2. Amil
Amil adalah orang yang bertugas untuk menarik, menyimpan,dan mendistribusikan dana zakat ataupun sebuah lembaga yang bertugas dalam mengelola dana zakat. Amil berhak mendapatkan zakat atas jerih payah yang dilakukan sehagai kompensasi walaupun tergolong mampu. Ulama fiqh mensyaratkan bahwa amil harus seorang Muslim, mempunyai kecakapan, berpengetahuan, dan amanah.
3. Muallaf
Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dan Qathadah bahwa muallaf adalah orang yang hatinya memiliki kecondongan terhadap Islam. Oleh karena itu, diperlukan dorongan dan bantuan agar keimanan dan kecondongannya semakin kuat terhadap Islam. Perlindungan dan bantuan tersebut dimaksudkan untuk menjaga dan menguarkan keyakinan yang dirniliki seseorang.
4. Hamba Sahaya
Budak merupakan salah satu pilar penopang kehidupan ekonorni dan masyarakat. Dan Islam Jatang untuk menghapus sistem tersebut dan kehidupan. Namun, penghapusan tersebut tidak mungkin dilakukan dengan sekali langkah, karena akan menimbulkan kerusakan bagi kehidupan ekonomi dan social masyanakat. Islam mengupayakan langkah bertahap untuk menghapus sistem budak tersehut, di antaranya konsep mukatabah. Dengan konsep tersebut, seorang budak bisa membeli dirinya sendiri Jan tuannya. Dan hudak mukatabah berhak rnendapatkan bagian dan dana zakat unwk membanni dirinya guna melepaskan dirinya dan status budak,
5. Ghârimin
Ghârim adalah orang yang terlilit utang dan tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Kebangkrutan tersebut muncul dan hasil usahanya dalam menghidupi diri dan menafkahi keluarga. Konsep ini merupakan bagian dan jaminan sosial di antara individu masyarakat. Utang yang diderita oleh ghãrim bisa saja merupakan akibat dan usaha untuk membangun sebuah fasilitas demi kemaslahatan hersama, seperti rumah sakit, madrasah, dan lainnya.
6. Fi Sabilillãh
Fl Sabililláh adalah seorang mujahid yang berangkat perang untuk menegakkan agama Allah. Dalam hal mi termasuk orang-orang yang menuntut ilmu di jalan Allah. Mereka berhak menclapatkan zakat untuk memenuhi kebutuhaii mereka seperti makanan, peralatan perang, atau kehutuhaii lainnya.
7. Ibnu Sabil
lbnu sabil adalah orang yang bepergian dan kehabisan bekal dalam perjalanannya serta bukan untuk bermaksiat kepada Allah. Zakat yang diherikan merupakan bentuk dan kepedulian dan jaminan sosial kemasyarakatan. Pada dan Umar bin Khattab Ra telah didirikan rumah khusus untuk para musafir yang kehabisan bekal, rumah tersebut bernama “Dar ad-Daqiq.” Begitu juga pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz.
D. PERBEDAAN ZAKAT DENGAN PAJAK
Apakah zakat merupakan bentuk pajak dalam Islam? Bukan, zakat bukanlah merupakan pajak, zakat mempunyai makna tersendiri yang tidak ditemukan dalam pajak. Ahli ekonomi mendefinisikan pajak adalah sebuah kewajiban atas harta yang diwajibkan oleh negara atas standar tertentu yang dimaksudkan untuk memenuhi tujuan ekonomi, sosial, dan politik. Adapun zakat adalah hak tertentu bagi fakir dan miskin serta seluruh penerima zakat atas harta kekayaan. Zakat merupakan kewajiban atas harta seorang Muslim sebagai wujud rasa syukur atas nikmat Allah, merupakan wahana untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan sebuah instrumen untuk mensucikan diri dan harta.
Secara sepintas, zakat dan pajak terdapat persamaan, yaitu sama-sama merupakan kewajiban atas harta yang wajib dibayarkan dan dikeluarkan. Namun, sebenarmya terdapat perhedaan mendasar di antara keduanya yaitu:
1. Perhedaan makna. Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Sedangkan pajak berarti sebuah kewajiban atau tanggungan. Secara psikologis, hal tersebut akan mempunyai dampak tersendiri bagi manusia.
2. Zakat merupakan kewajiban atas harta benda dan merupakan salah satu dan rukun Islam. Zakat dilakukan dalam rangka heribadah dan mendekatkan din kepada Allah serta merupakan mediator untuk bersyukur kepada Allah. Sedangkan pajak merupakan kewajiban terhadap negara yang tidak mempunyai nilai-nilai ibadah dan mendekatkan din kepada Allah. Zakat hanya diwajibkan kepada Muslim, sedangkan pajak diwajibkan kepada selunuh warga masyarakat tanpa memandang keyakinan mereka.
3. Ketentuan kadar dan nishab zakat telah ditentukan serta tidak akan berubah dengan adanya perubahan situasi dan kondisi. Lain halnya dengan pajak yang mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi.
4. Penerima zakat telah ditentukan di dalam Al-Qur’an dan sunnah, sedangkan pajak dikembalikan untuk mencukupi kebutuhan publik. Dan dalam perjalanannya, akan terdapat perbedaan dampak sosial dan ekonomi dalam masyarakat.
5. Hubungan yang terjadi dalam zakat merupakan hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya. Zakat dikeluarkan dalam rangka mewujudkan rasa syukur kepada Allah dan untuk mencari pahala serta ampunan dari-Nya. Adapun dalam pajak, hubungan terhatas pada rakyat dan penguasa. Jika dimungkinkan, rakyat akan mencari jalan untuk bisa terbebas dan pajak dan lain halnya dengan zakat. Inilah yang menunjukan bahwa zakat mempunyai nilai-nilai spiritualisme dan etika dalam kehidupan masyarakat.
E. DAMPAK EKONOMIS APLIKASI ZAKAT
Dalam perkembangannya, zakat dapat menimbulkan dampak bagi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Sebagaimana yang telah diketahui, zakat merupakan salah satu instrumen dalam memenuhi kebutuhan fakir dan miskin serta penerima zakat lainnya. Dan dalam implementasinya, zakat mempunyai efek domino dalam kehidupan masyarakat. Di antara dampak yang ada adalah sebagai berikut:
1. Produksi
Dengan adanya zakat, fakir dan miskin dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Seluruh income yang mereka dapatkan dan zakat akan dikonsumsikan untuk memenuhi kebtinihan sekunder mereka. Dengan dernikian, permintaan yang ada dalam pasar akan mengalarni peningkatan, dan seorang  produsen hanis meningkatkan produksi yang dilakukan untuk memenuhi demand yang ada. Sebagai multiplier effect, pendapatan yang diterima akan naik dan investasi yang  dilakukan akan bertambah.
2. Investasi
Dengan diwajihkannya zakat, hal tersehut akan mendorong untuk melakukan investasi. Dengan alasan, jika dia tidak melakukan investasi rnaka dia akan mengalami kerugian finansial, karena harta tersehut ditarik ke dalam zakat setiap tahunnya. “Perdagangkanlah harta anak yatim sehingga tidak dimakan zakat.” Dengan adanya alokasi zakat atas fakir dan miskin, hal tersebut akan menambah pemasukan mereka sehingga konsumsi yang dilakukan akan bertambah. Dan peningkatan konsumsi akan mendorong peningkatan produksi di mana hal tersehut akan mendorong adanya peningkatan investasi.
3. Lapangan Kerja
Ada yang herpendapat bahwa zakat dapat mendorong seseorang untuk hergantung pada orang lain dan bermalas malasan untuk bekerja sehingga akan menainhah angka pengangguran. Pendapat tersebut tidak benar Karena dengan adanya zakat, permintaan akan tenaga kerja semakin bertambah dan akan mengurangi pengangguran. Seperti dijelaskan di atas, zakat akan meningkatkan produksi dan investasi dalam dunia usaha sehingga permintaan tcrhadap karyawan akan bertambah. Dengan adanya zakat, permintaan terhadap tenaga kerja bertamhah dan pengangguran akan berkurang.
4. Pengurangan dan Kesenjangan Sosial
Islam mengakui adanya perbedaan atas tingkat kehidupan dan rezeki masyarakat, ha! tersebut sesuai dengan karakter dasar dan kemampuan manusia. Akan tetapi, perbedaan yang ada bukan berarti membiarkan orang yang kaya semakin kaya dan orang yang miskin semakin jatuh miskin sehingga kesenjangan sosial semakin nampak. Karena itu, diperlukan intervensi untuk meminimalisir keaclaan tersebut. Salah satu instrumen yang berfungsi untuk mengatasi kesenjangan tersebut adalah diwajibkannya zakat bagi orang-orang kaya. Hal tersebut juga dimaksudkan agar harta tidak hanya berputar di sekitar orang orang kaya. Allah Swt berfirman, “Agar liarta itu jangan ltanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS, Al Hasyr: 7)
Dengan adanya kewajiban zakat, kesenjangan sosial yang ada akan berkurang dan peningkatan hidup masyarakat semakin membaik.
5. Pertumbuhan Ekonomi
Zakat menyebabkan meningkatnya pendapatan fakir dan miskin yang pada akhirnya konsumsi yang dilakukan juga akan mengalami peningkatan. Secara teori, dengan adanya peningkatan konsumsi maka sektor produksi dan investasi akan mengalami peningkatan. Dengan demikian, permintaan terhadap tenaga kerja ikut meningkat sehingga pendapatan dan kekayaan masyarakat juga akan mengalami peningkatan. Fenomena tersebut mengindikasikan adanya pertumbuhan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.
Reorientasi Pengembangan Ekonomi Islam
Ketidakseimbangan antara sektor keuangan dan sektor riil syari’ah diIndonesiasaat ini, harus diantisipasi dengan segera. Penekanan gerakan ekonomi Islam hanya berfokus pada pengembangan aspek keuangan (finansial) saja, akan menimbulkan dampak buruk bagi masa depan ekonomi Islam dan ekonomiIndonesia.
Sejarah dan fakta membuktikan betapa kedua ketimpangan kedua sektor ini (sektor finansial dan sektor riel) berpotensi besar mengacau balaukan perekonomian. Dalam konteks global, fenomena itu benar-benar mencemaskan banyak pihak, karena ia dapat mengancam krisis eonomi di berbagai negara. Karena itulah perlu segera dilakukan langkah-langkah menuju orientasi yang seimbang (equilibrium) sesuai dengan kehendak syari’ah, agar perekonomian tidak kacau balau. Jika tidak segera dilakukan perubahan orientasi, gerakan ekonomi Islam di Indonesia akan menghadapi masalah besar.
Fakta kerusakan ekonomi akibat kepincangan itu telah banyak dikritik dan diratapi oleh para ilmuwan ekonomi kontemporer, baik ekonom Barat yang non Muslim maupun para ekonom muslim.
Pakar manajemen barkaliber dunia, Peter Drucker, sebagaimana dikutip Didin Damanhuri, menyebut gejala ketidakseimbangan antara sektor moneter dan sektor riel sebagai decopling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang (moneter) dengan arus barang dan jasa. Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya kegiatan bisnis spekulatif, sehingga dunia terjangkit penyakit yang bernama ekonomi balon (bubble economy). Disebut dengan balon, karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong. Begitulah keadaan ekonomi dunia saat ini.
Maraknya “kredit derivatif”, sebagai instrumen keuangan yang dominan pada saat ini, merupakan pemicu kerusakan dan krisis ekonomi global. Menurut data Morgan Stanley, nilai kredit derivatif pada tahun 1998 hanya Rp 500 Trilyun, namun pada Desember 2002 ditaksir sudah mencapai Rp 24.000 Trilyun, suatu kenaikan yang luar biasa, yakni sebesar 47.000 persen atau 4700 kali lipat, hanya dalam empat tahun. Transaksi derivatif ini umumnya tidak begitu difahami oleh umum (awam), bahkan investor sekalipun. Transaksi ini hanya transaksi “maya” (semu) yang dikaitkan dengan aktiva keuangan. Demikian pula transaksi “future trading” seperti forward, yang merupakan spekulasi tentang kejadian di masa yang akan datang, juga sangat laris dipraktekkan dalam bisnis modern.
Perekonomian dunia yang digelembungkan oleh transaksi maya tersebut dilakukan oleh segelintir orang di beberapa kota dunia, seperti London ( 27 %), Tokyo, Hongkong Singapura (25 %) dan Chicago-New York ( 17 %). Transaksi riba yang sangat dominan itu, mencapai 99 persen dibanding transaksi riel yang dianjurkan Islam. Menurut data, diperkirakan transaksi maya di pasar uang dunia mencapai US $ 750 trilyun setahun, sedangkan kegiatan perdagangan dan jasa (sektor riil) hanya US $ 7,5 trilyun saja. Dengan demikian pertumbuhan uang demikian cepat, tapi ia bagaikan gelembung (bubble) saja. Seringkali gelembung ini pecah yang mengakibatkan krisis di mana-mana, termasuk krisisAsia yang hingga kini masih terasa. Islam menolak keras segala macam transaksi maya tersebut. Sebaliknya, Islam mendorong globalisasi dalam arti mengembangkan sektor riil atau perdagangan nasional, regional maupun internasional. Pengembangan sektor riil inilah hendaknya yang menjadi prioritas lembaga perbankan dan asuransi syari’ah diIndonesia.
Saat ini bank dan lembaga keuangan sering kali menciptakan berbagai model transaksi derivatif yang dikaitkan dengan fluktuasi ekonomi global, misalnya kenaikan bunga atau resiko obligasi tidak dibayar yang dapat dijual kepada investor. Untuk resiko kredit tidak dibayar disebut dengan credit swap. Transaksi ini dalam ekonomi syari’ah diharamkan. Kini, dengan banyaknya kritik yang dialamatkan kepada praktek ini dan dampak negatifnya, banyak ekonom Barat yang tersadar dan mengecamnya dengan keras. Warren Buffet dan Rubin, mantan Secretary of Treasury AS berpendapat bahwa transaksi ini dapat meruntuhkan sistem keuangan global.

Pengantar Teori Ekonomi Makro I

I. Pendahuluan
Secara umum, ilmu ekonomi berguna karena ia memberikan petunjuk-petunjuk mengenai kebijaksanaan apa yang bisa diambil untuk menanggulangi suatu permasalahan ekonomi tertentu. Ekonomi makro, sebagai satu cabang dan ilmu ekonomi, berkaitan dengan permasalahan kebijaksanaan tertentu, yaitu permasalahan kebijaksanaan makro.
Tugas pengendalian makro adalah juga mengusahakan agar perekonomian bisa bekerja dan tumbuh secara seimbang, terhindar dan keadaan-keadaan yang bisa mengganggu keseimbangan umum tadi. Pengelolaan yang lebih khusus atas masing-masing sektor perekonomian bukan bagian dan tugas pengendalian makro, meskipun menjaga keseimbangan antara masing-masing sektor termasuk di dalam tugas tersebut.
II. Permasalahan Ekonomi Makro
Secara garis besar, permasalahan kebijaksanaan makro mencakup dua permasalahan pokok:
a. Masalah jangka pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan bagaimana “menyetir” perekonomian nasional dan bulan ke bulan, dan triwulan ke triwulan atau dan tahun ke tahun, agar terhindar dan tiga “penyakit makro” utama yaitu:
1) inflasi,
2) pengangguran dan
3) ketimpangan dalam neraca pembayaran.
b. Masalah jangka panjang atau masalah pertumbuhan. Masalah ini adalah mengenai bagaimana kita “menyetir” perekonomian kita agar ada keserasian antara pertumbuhan penduduk, pertambahan kapasitas produksi, dan tersedianya dana untuk investasi. Pada asasnya masalahnya juga berkisar pada bagaimana menghindari ketiga penyakit makro di atas, hanya perpektif waktunya adalah lebih panjang (lima tahun, sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima tahun).
Dalam analisa jangka pendek faktor-faktor berikut ini kita anggap tidak berubah atau tidak bisa kita ubah:
(a) Kapasitas total dan perekonomian kita. Kegiatan investasi dalam jangka pendek, masih mungkin dilakukan, tetapi ha nya dalam arti khusus, yaitu sebagai pengeluaran investasi berupa penambahan stok barang jadi, setengah jadi atau pun barang mentah di dalam gudang para pengusaha, dan pengeluaran oleh perusahaan-perusahaan untuk pembelian barang-barang modal (mesin-mesin, konstruksi gedung-gedung dan sebagainya). Tetapi yang perlu diingat, “jangka pendek” yang kita maksud di sini adalah begitu pendek sehingga pengeluaran (pembelian) barang-barang modal tersebut beleum bias menambah kapasitas produksi dalam periodesasi tersebut. (Yaitu mesin-mesin sudah dibeli tapi belum dipasang).
(b) Jumlah penduduk dan jurnlah angkatan kerja. Dalam suatu triwulan misalnya, jumlah-jumlah mi praktis bisa dianggap tidak berubah.
(c) Lembaga-lembaga sosial, politik, dan ekonomi yang ada.
Selanjutnya dari segi teori, apabila kita ingin “menyetir” perekonomia kita dalam jangka pendek, kita harus melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat jangka pendek pula, misalnya dengan jalan :
  1. menambah jumlah uang yang beredar,
  2. menurunkan bunga kredit bank,
  3. mengenakan pajak import,
  4. menurunkan pajak pendapatan atau pajak penjualan,
  5. menambah pengeluaran pemerintah,
  6. mengeluarkan obligasi negara dan sebagainya.
Kebijaksanaan-kebinksanaan semacam ini mempunyai ciri umum bahwa kesemuanya bisa dilakukan tanpa harus mengubah ketiga factor tersebut di atas.
Jadi seandainya kita menginginkan kenaikan produksi dalam jangka pndek, kita bisa melakukannya dengan, misalnya:
  1. memperlancar distribusi bahan-bahan mentah kepada para produsen,
  2. mendorong pcngusaha untuk mempergunakan pabrik-pabriknya secara lebih intensif (menambah giliran kerja/shift),
  3. memberikan kerja lembur kepada para karyawan dan sebagainya.
Kehijaksanaan-kebijaksanaan semacam mi bisa menaikkan arus produksi barang/jasa tanpa mengubah ketiga faktor di atas. Kesemuanya ini adalah kebijakilnaan-kebijaksanaan jangka pendek. Dan kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam inilah yang sering diandalkan untuk tujuan stabilisasi.
Meskipun demikian perlu kita catat di sini bahwa dalam praktek yang berkaitan antara masalah jangka pendek dan masalah jangka panjang, adalah sangat erat, terutama bagi negara-negara sedang berkembang. Dengan lain kata, kita seringkali tidak bisa mengkotakkan secara jelas mana yang jangka pendek dan mana yang jangka panjang.
Di banyak negara-negara sedang berkembang, kita tidak bisa melakukan kebijaksanaan stabilisasi yang terlepas dan kebijaksaanaan pembangunan ekonomi (jangka panjang). Seringkali kebijaksanaa-kebijaksanaan jangka pendek yang kita sebutkan di atas, meskipun kita Iaksanakan secara setepat-tepatnyapun, tidak bisa menghilangkan secara tuntas penyakit makro, seperti inflasi dan pengangguran yang diderita oleh masyarakat dalam jangka pendek. Sebabnya adalah bahwa di negara-negara tersebut seringkali penyakit iniflasi dan pengangguran tersebut berakar pada sebab-sebab “sturuktural,” yaitu pada faktor-faktor yang hanya bisa berubah atau diubah dalam jangka panjang dan biasanya melalui pembangunan ekonomi dan social.
III. Kerangka Analisa makro
Setelah kita mengetahui duduk persoalan mengenai masalah -masalah pokok apa yang dikaji dalam ekonomi makro, maka pertanyaan selanjutnya adalah mengetahui bagaimana mengaji masalah- masalah tersebut sehingga bisa diperoleh jawaban yang diinginkan.
Terdapat dua aspek utama dan kerangka analisa ini. Yang pertarna adalah aspek mengenai “apa” yang disebut kegiatan ekonomi makro dan “di mana” kegiatan tersebut dilakukan. Yang kedua adalah aspek mengenai “siapa” pelaku-pelakunya.
a. Empat pasar Makro
Dalam analisa ekonomi makro kita melihat kegiatan ekonomi nasional secara lebih menyeluruh dibanding dengan apa yang kita pelajari dalam ekonomi Mikro. Kita tidak lagi melihat pasar beras, pasan blue jeans, pasar rokok kretek, pasar Honda secana sendiri-sendiri. mi sesuai dengan pengertian mengenai “pengendalian umum” di alas. Di sini kita melihat pasar-pasar tersebut dan pasar-pasar barang/jasa lainnya sebagai satu pasar besar, yang kita ben nama “pasar barang”. Tetapi dalam ekonomi makro kita tidak hanya mempelajani satu pasar ini saja. Perekonomian nasional kita lihat sebagai suatu sistem yang terdiri dan empat pasar besar yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu:
(a) Pasar Barang
(b) Pasar Uang
(c) Pasar Tenaga Kerja
(d) Pasar Luar Negeri
Di pasar luar negeri permintaan akan barang ekspor kita he. sama dengan penawaran akan barang tersebut menentukan harga rata-rata ekspor kita dan kuantitas atau volume  ekspor, Harga – harga dikalikan volume ekspor memberikan penerimaan devisa ekspor. Di pasar yang sama permintaan masyarakat kita akan barang-barang impor dan menentukan harga rata-rata impor dan ‘ volume impor. Juga di sini, harga rata-rata dikalikan volume import memberikan pengeluaran devisa kita untuk impor barang-barang/jasa tersebut. Untuk pasar luar negeri, seringkali menggabungkan pasar eksport dan pasar impor dan mengamai apa yang terjadi dengan:
(a)          Neraca Perdagangan, yaitu penerimaan devisa ekspor dikurangi pengeluaran devisa untuk import atau Neraca Pembayaran apabila kila ingin pula mengetahui tentang aliran keluar-masuknya modal
(b)         Dasar Penukaran Luar Negeri(terms of trade), yaitu harga rata-rata ekspor kita dibagi dengan harga rata-rata impor kita.
(c)          Cadangan Devisa, yaitu persediaan devisa yang kita pun pada awal tahun plus saldo neraca pembayaran.
Dalam teori ekonomi makro mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi P dan Q di masing-masing pasar. Karena P dan Q tersebut adalah hasil pertemuan (atau perpotongan) antara kurva permintaan dan kurva penawaran, maka ini berarti bahwa teori ekonomi makro pada pokoknya mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi posisi kurva permintaan dan penawaran di masingmasing pasar.
Selanjutnya dengan diketahuinya faktor-faktor ini dan pengaruhnya terhadap posisi kurva permintaan dan penawaran, maka kita selanjutnya bisa menanyakan faktor-faktor mana di antara semua factor-faktor tersebut yang bisa dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonominya. Dengan demikian kita bisa mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan mana yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi P dan Q di masing-masing pasar. Inilah tujuan akhir dan mempelajari teori makro, yaitu untuk digunakan sebagai petunjuk bagi pemilihan atau perumusan kebijaksanaan.
b.Lima Pelaku Makro
Dalam teori makro kita menggolongkan orang-orarig atau lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan ekonomi menjadi limo kelompok besar, yaitu:
(a) Rumah Tangga,
(b) Produsen,
(c) Pemerintah,
(d) Lembaga-lembaga Keuangan,
(e) Negara-negara Lain.
Kegiatan dan kelima kelompok pelaku ini serta kaitannya dengan keempat pasar di atas dimana :
> Permintaan :
1. Pengeluaran konsumsi oleh Rumah Tangga
2. Belanja barang oleh Pemerintah
3. Investasi oleh Perusahaan
4. Ekspor ke luar negeri
5. Kebutuhan tenaga kerja oleh Pemerintah
6. Kebutuhan tenaga kerja oleh Perusahaan
7. Kebutuhan uang tunai dan kredit
8. Kebutuhan Rumah Tangga akan uang tunai
9. Kebutuhan Perusahaan-perusahaan Asing akan rupiah
> Penawaran
  1. Hasil produksi dalam negeri
  2. Impor dan luar negeri
  3. Tenaga kerja yang disediakan oleh Rumah Tangga
  4. Suplai uang kartal
  5. Tabungan Rumah Tangga
  6. Suplai uang giral
  7. Suplai dana luar negeri.
* Kelompok Rumah Tangga melakukan kegiatan-kegiatan pokok seperti:
(a)    menerima penghasilan dan para produsen dan “penjualan” teraga kerja mereka (upah), deviden, dan dan menyewakan tanah hak milik mereka.
(b)   menerima penghasilan dari lembaga keuangan berupa bunga atas simpanan-simpanan mereka;
(c)    membelanjakan penghasilan tersebut di pasar barang (sebagai konsumen);
(d)   menyisihkan sisa dan penghasilan tersebut untuk ditabung pada lembaga-lembaga keuangan;
(e)    membayar pajak kepada pemerintah;
(f)     masuk dalam pasar uang sebagai “peminta” (demanders) karena kebutuhan mereka akan uang tunal untuk misalnya transaksi sehari-hari.
**Kelompok Produsen melakukan kegiatan-kegiatan pokok berupa:
(a)    memproduksikan dan menjual barang-barang/jasa-jasa (yaitu sebagai supplier di pasar barang);
(b)   Menyewa/menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh kelompok rumah tangga untuk proses produksi;
(c)    menentukan pembelian barang-barang modal dan stok barang-barang lain (selaku investor masuk dalam pasar barang sebagai peminta atau demander);
(d)   meminta kredit dan lembaga keuangan untuk membiayai investasi mereka (sebagai demander di pasar uang);
(e)    membayar pajak.
***Kelompok Lembaga Keuangan mencakup semua bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya kecuali bank sentral (Bank Indonesia), Kegiatan mereka berupa:
(a)    menerima simpanan/deposito dan rumah tangga;
(b)   menyediakan kredit dan uang giral (sebagai supplier dalam pasar uang).
(c)    Pemerintah (termasuk di dalamnya bank sentral) melakukan kegiatan berupa:
-   menarik pajak langsung dan tak langsung;
-   membelanjakan penerimaan negara untuk membeli barang-barang kebutuhan pernerintah (sebagai demander di pasar barang),
-   meminjam uang dan luar negeri;
-   menyewa tenaga kerja (sebagai demander di pasar tenaga kerja);
-   menyediakan kebutuhan uang (kartal) bagi masyarakat (sebagai supplier di pasar uang).
Negara-negara lain:
(a)    menyediakan kebutuhan barang impor (sebagai supplier di pasar barang);
(b)   membeli hasil-hasil ekspor kita (sebagai demander di pasar barang);
(c)    menyediakan kredit untuk pemerintah dan swasta dalam negeri;
(d)   membeli dan pasar barang untuk kebutuhan cabrng perusahaannya di Indonesia (sebagai investor);
(e)    masuk ke dalam pasar uang dalam negeri sebagai penyalur uang (devisa) dan luar negeri (sebagai supplier dana) dan sebagai peminta kredit dan uang kartal rupiah untuk kebutuhan cabang-cabang perusahaan mereka di Indonesia (demander akan dana). (Singkatnya, sebagai penghubung pasar uang dalam negeri dengan pasar uang luar negeri).
IV Teori-teori Makro
DASAR FILSAFAT TEORI KEYNES
Menghadapi masalah depresi dan pengangguran yang begitu hebat, kaum sosialis di negara-negara Barat mengatakan bahwa kesalahannya terletak pada sistem perekonomian itu sendiri, yaitu sistem laissez faire atau liberalisme atau kapitalisme. Selama kita masih mempercayakan pengelolaan perekonomian kita pada para rodusen swasta yang perdefinisi hanya bertujuan mengejar keuntungan mereka pribadi, maka depresi, pengangguran, dan juga inflasi akan tetap menjadi penyakit perekonomian yang menghantui Kita dan waktu ke waktu. Penyakit-penyakit ini adalah konsekuensi logis dan sistem kapitalisme. Mereka (kaum sosialis) mengusulkan perombakan sistem perekonornian menjadi sistem sosialis, yaitu sistem di mana faktor-produksi tidak lagi bisa dirniliki oleh pengusaha swasta, tetapi hanya bisa dimiliki oleh negara (masyarakat). Semua kegiatan produksi dikuasai negara, yang dalam teori paling tidak, mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi/golongan. Motif mengejar keuntungan bukan lagi sebagai motif utama untuk menggerakkan produksi (seperti dalam sistem kapitalis).
“Obat” semacam ini ternyata dianggap terlalu drastis, dan orang-orang di negara-negara Barat yang sudah begitu lama terbiasa dengan kebebasan berusaha tidak banyak yang bisa menerimanya. Mengubah sistem semacam itu berarti mengubah cara hidup dan ke biasaan hidup yang sudah mendarah daging pada mereka. Tentunya ada “obat” yang tidak terlalu pahit yang bisa menolong sistem perekonomian mereka. Keynes ada pada posisi yang unik dalam se jarah pemikiran ekonomi Barat, karena pada saat-saat krisis ideologi semacam itu ia bisa menawarkan suatu pemecahan yang merupakan “jalan tengah”.
Keynes mengatakan bahwa untuk menolong sistem perekonomian negara-negara tersebut, orang harus bersedia meninggalkan ideologi laissez faire yang murni yang terkandung dalam pemikiran Klasik. Tidak bisa tidak, demikian Keynes, Pemerintah harus melakukan lebih banyak campur tangan yang aktif dalam mengendalikan perekonomian nasional. Pendapat bahwa peranan Pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus seminimal mungkin sehingga tidak merongrong hak asasi manusia, kebebasan berusaha dan mengabdikan pada bekerjanya “natural laws”, haruslah ditinggalkan atau pling tidak diubah. Keynes berpendapat bahwa kegiatan produk dan pemilikan faktor-faktor produksi, masih tetap bisa dipercayakan kepada pengusaha swasta, tetapi sekarang pemerintah wajib melakukan kebijaksanaan yang aktif untuk mempengaruhi gerak perekonomian.
Dalam masa depresi misalnya, Pemerintah harus bersedia (atau diperbolehkan) untuk melaksanakan program-program dan kegiatan-kegiatan yang langsung bisa menyerap tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan di sektor swasta, meskipun hal itu hanya bisa dilaksanakan dengan mengakibatkan defisit di anggaran belanja negara. (Perlu ditekankan di sini bahwa pada waktu itu sistem anggaran beda yang seimbang adalah satu-satunya sistem yang dianggap terbaik bidang pengelolaan keuangan negara). Sebaliknya, bila terjadi inflasi yang disebabkan karena permintaan masyarakat akan barang barang/jasa melebihi apa yang bisa diproduksikan dengain kapasita yang ada, Pemerintahpun harus bersedia mengurangi pengeluarannya sehingga terjadi surplus dalam anggaran belanjanya. Surplus anggaran ini bisa merupakan rem bagi permintaan masyarakat yang berlebihan tadi. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa Pemerintah harus bersedia melakukan kebijaksanaan secara aktif dan sadar. Keynes tidak percaya akan kekuatan hakiki dari sistem laissez faire untuk mengkoreksi diri sendiri, yaitu untuk kembali kepada posisi “full employment” secara otomatis. Full enployment merupakan sesuatu yang hanya bisa dicapai dengan tindakan-tindakan terencana, dan bukan sesuatu yang akan datang dengan sendirinya. Inilah inti dan ideologi Keynesian isme.
PASAR BARANG
Kemungkinan Kelebihan Produksi. Keynes menolak Hukum Say. Menurut Keynes kelebihan produksi secara umum bisa terjadi. elebihan permintaan ini terjadi bila permintaan masyarakat akan barang-barang/jasa tidak cukup kuat. Demand yang ada tidak cukup untuk menyerap supply yang ditawarkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Pada asasnya Keynes masih menerima pendapat Say bahwa setiap proses produksi mempunyai akibat ganda, yaitu menghasilkan output dan menghasilkan pen ghasilan kepada masyarakat sebesar nilai output tersebut.
Dengan demikian pada suatu waktu tertentu daya beli memang tersedia dalam jumlah yang cukup di masyarakat untuk “membeli” barang/jasa yang diproduksikan. Tetapi daya beli yang dimiliki oleh masyarakat tersebut tidak selalu harus sama dengan daya beli yang betul-betul dibelanjakan oleh masvarakat di pasar barang. Dengan kata lain, sebagian dan daya beli tersebut mungkin betul-betul diterjemahkan menjadi permintaan efektif di pasar barang. Tetapi sebagian lain dan daya beli tersebut mungkin akan ditabung oleh masyarakat. Menabung tidak menambah permintaan efektif di pasar barang. Jadi tidak seluruh penghasilan (daya beli) yang diperoleh masyarakat secara langsung diter jemahkan menjadi permintaan efektif. Di sinilah Keynes berbeda dengan Say. Say mengatakan bahwa seluruh penghasilan tersebut akhirnya akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif, dus tidak akan ada kekurangan permintaan efektif, dan tidak mungkin ada kelebihan produksi secara menyeluruh.
Untuk menerangkan pendapat Keynes secara lebih jelas kita anggap hanya ada dua sektor: sektor rumah-tangga dan sektor pro dusen. Keynes mengatakan bahwa sebagian dari penghasilan yang tidak dibelanjakan oleh sektor rumah-tangga (yaitu yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan) tidak menimbulkan permintaan efektif. Hanya apabila daya beli yang ditabung tersebut dipinjamkan oleh lembaga keuangan kepada sektor produsen untuk membiayai “investasi” mereka, maka daya beli tersebut berubah menjadi permintaan efektif di pasar barang. (Kita ingat bahwa “investasi” di artikan sebagai pembelian barang-barang oleh para produsen untuk keperluan penambahan stok di gudang mereka dan untuk keperluan perluasan kapasitas produksi mereka, yaitu pembelian mesin-mesin, pembangunan gedung-gedung dan sebagainya). Jadi jelas bahwa pada suatu waktu tidak ada jaminan bahwa seluruh daya beli yang ditabung tersebut akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif d pasar barang. Semuanya mi tergantung kepada apakah para pr dusen mau mempergunakan daya beli yang ditabung pada Iembag lembaga keuangan tersebut untuk pembelian barang-barang (inve tasi). Kalau misalnya para produsen hanya mau mempergunakai separoh dan tabungan tersebut, maka ini berarti bahwa permintaa,’ efekt di pasar barang berjumlah kurang dan nilai dan seluruh out put yang ditawarkan di pasar tersebut, Dengan lain kata, tida semua barang yang diproduksjkan akan terbeli (jadi ada ke1ebiha produksi umum).
Apa yang terjadi kemudian bila tidak semua barang yang diproduksikan dalam suatu periode (misalnya, triwulan) bisa terbeli? ada dua akibat yang bisa terjadi.
-         Pertama, para produsen akan nengu rangi produksi mereka untuk periode berikutnya. Jadi, GDP dalani triwulan berikutnya turun.
-         Kedua, dan ini bisa terjadi bersamaan dengan akibat pertama tersebut, harga-harga barang turun. Sesuat dengan hukum penawaran dan permintaan biasa, bila permintaan lebih kecil dan penawaran, maka harga cenderung untuk turun.
Sampai berapa jauh kekurangan perrnintaan efektif akan meng akibatkan turunnya GDP (dalam periode berikutnya) dan sampai berapa jauh akan menurunkan harga, sangat tergantung khususnya pada apakah harga-harga barang cukup fleksibel ke bawah (yaitu bisa turun). Dalam kenyataan memang ada barang yang harganya sulit untuk turun, meskipun ada kelebihan produksi. ( yang harga jualnya ditentukan atas dasar biaya pro duksi biasanya tidak mau turun, meskipun terjadi kelebihan pro duksi barang-barang tersebut). Kalau demikian halnya, maka kekurangan permintaan efektif tersebut akan lebih banyak mengakibatkan penurunan produksi (GDP) dalam periode beri kutnya.
Apabila seandainya harga-harga cukup fleksibel ke bawah. maka harga-harga akan turun cukup jauh, sehingga permintaan akan barang-barang tersebut mulai naik kembali. (Ingat hukum permintaan biasa, yang mengatakan bahwa kalau harga sesuatu barang turun maka jumlah yang dirninta naik). Jadi kalau harga cukup flek sibel maka penurunan produksj (GDP) pada periode berikutny tidak akan sebesar kalau harga-harga tidak mau turun. Jadi, lebih s dikit orang-orang yang dipecat dan pekerjaan mereka (yaitu, Ieh sedikit akibat penganggurannya) Perlu ditekankan lagi di sini bahw rnekanisme atau proses penyesuaian dengan harga yang fleksibel inilah yang terlalu diandalkan oleh kaum Kiasik, sehingga mereka percaya bahwa kalau saja harga-harga fleksibel maka depresi, atau penurunan GDP (dan selanjutnya pengangguran) akan terkoreksi secara otomatis.
Kemungkinan Kekurangan Produksi. Keadaan sebaliknya, yaitu kekurangan produksi secara umum juga mungkin terjadi. Kalau para produsen ternyata memutuskan untuk melakukan investasi dalam jumlah yang lebih besar daripada daya beli yang ditabung oleh ma syarakat, maka permintaan efektif (oleh sektor rumah tangga dan sektor produsen) di pasar barang menjadi lena/u besar dibanding dengan nilai output yang tersedia di pasar. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa besar kecilnya permintaan efektif (total) sangat tergan tung pada keputusan para konsumen (rumah tan gga) men genai besar pen geluaran konsumsinya dan keputusan para produsen men genai besarnya in vest asi yang mereka in gin Iaksanakan dalam periode tersebut
Mengenai keputusan pengeluaran konsumsi rumah-tangga, Keynes berpendapat bahwa keputusan tersebut cukup stabil dan biasanya hanya berubah apabila tingkat pendapatan rumah-tangga berubah. Menurut ia (dan ini memang didukung oleh kenyataan), yang sulit diterka adalah perilaku produsen dalam pengeluaran investasinya. Oleh sebab itu, dalam praktek, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat menentukan gejolak GDP (dan kesempatan kerja).
Seandainya pengeluaran investasi yang diinginkan para produsen (investor) ternyata lebih besar daripada dana yang ditabung oleh sektor rumah-tangga, maka mi berarti bahwa permintaan efektif lebih besar daripada nilai output yang tersedia. Dalam kasus kele bihan permintaan efektif ini, berapa besar kelebihan permintaan efektif dalam periode sekarang akan mengakibatkan kenaikan GDP dan berapa besar akan mengakibatkan kenaikan harga, tergantung pada tersedianya kapasitas produksi yang belum terpakai dalam masyarakat. Bila masih cukup banyak kapasitas produksi (pabrik pabrik) yang belum bekerja secara penuh, maka kelebihan permintaan efektif tersebut akan mengakibatkan kenaikan produksi (GDP) pada periode berikutnya tanpa menaikkan harga-harga (atau harga harga mungkin naik sedikit sekali). Tetapi apabila ternyata bahwa pabrik-pabrik sudah bekerja secara penuh, maka kelebihan permin taan efektif tersebut tidak bisa diimbangi dengan kenaikan produksi (GDP), sehingga kelebihan permintaan tersebut akan diterjemahkan seluruhnya menjadi kenaikan harga-harga atau inflasi.Berikut ini kita akan melihat secara garis besar kerangka analisis dan teori makro dan Keynes.
Pasar Uang
Teori makro Klasik mempunyai dasar filsafat bahwa perekonomian yang didasarkan pada sistem bebas-berusaha (laissez faire) adalah self-regulating, artinya mempunyai kemampuan untuk kembali ke posisi keseimbangannya secara otomatis. OIeh sebab itu pemerintah tidak perlu campurtangan.
Di pasar barang sifat self-regulating ini dicerminkan oleh adanya proses yang otomatis membawa kembali ke posisi GDP yang menjamin full-employment, apabila karena sesuatu hal perekonomian tidak pada posisi ini. Landasan dan keyakinan ini adalah
(a)          berlakunya Hukum Say yang menyatakan bahwa: “Supply creates its own demand,” dan
(b)         anggapan bahwa semua harga fleksibel.
  1. Di pasar tenaga kerja, dalam jangka pendek hanya ada pengangguran sukarela. Tetapi pengangguran inipun hanya bersifat sementara, karena apabila harga-harga turun (termasuk tingkat upah), maka konsumsi dan produksi akan kembali lagi ke tingkat semula (yaitu tingkat full employment).
  2. Di pasar uang, kaum Klasik mempunyai Teori Kuantitas, yang menyatakan bahwa permintaan akan uang adalah proporsional dengan nilai transaksi yang dilakukan masyarakat. Di pasar mi ditentukan tingkat harga umum; apabila jumlah uang yang beredar (penawaran akan uang) naik maka tingkat harga pun naik.
Dalam sistem standar kertas, tidak ada proses otomatis yang menstabilkan tingkat harga. Di sini kaum Kiasik melihat satu-satunya peranan makro pemerintah, yaitu mengendalikan jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan transaksi masyarakat.
Di dalam sistem standar emas, ada mekanisme otomatis yang menjamin kestabilan harga. Di sini peranan pemeriniah tidak dianggap perlu. Karena jumlah uang (emas) yang beredar otomatis menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Di pasar luar negeri, mekanisme otomatis menjamin keseimbangan neraca perdagangan melalui:
(a) mekanisme Hume, dalam sistem standar emas, atau
(b) mekanisme kurs devisa mengambang, dalam sistem standar kertas.
Sementara itu Campur tangan pernerintah tidak diperlukan. Penjelasan tentang pasar uang dapt dijelaskan sebagai berikut :
  1. Pasar uang adalah pertemuan antara permintaan akan uang dengan penawaran akan uang. Permintaan akan uang adalali kebutuhan masyarakat akan uang tunai untuk menunjang k giatan ekonominya. Sedangkan penawaran akan uang adalah jumlah uang yang disediakan oleh pemerintah dan bank-banl yaitu seiuruh uang kartal dan uang giral yang beredar.
  2. Menurut Keynes, permintaan akan uang bersumber pada 3 macam kebutuhan akan uang: (a) kebutuhan transaksi, (b) kebutuhan berjaga-jaga dan (c) kebutuhan spekulasi. Ketiga macan kebutuhan ini disebut 3 alasan mengapa orang memerlukan uang.
  3. Permintaan akan uang untuk transaksi ditentukan oleh(a) vol me output yang ditransaksikan (yaitu GDP nil) dan (b) tingkai harga umum. Dalam hal mi Keynes tidak berbeda dengan kaum Klasik, Pasar uang untuk berjaga-jaga relatif kecil.
  4. Permintaan untuk spekulasi (yang membedakan teori Key dengan teori Kuantitas) adalah permintaan akan uang tunai un tuk tujuan memperoleh keuntungan. Caranya adalah dengan “berspekulasi” dalam pasar obligasi (surat berharga). Apabila harga obligasi diharapkan untuk naik di masa mendatang, mak orang akan membeli obligasi dengan uang tunainya han in un berarti uang tunai yang saat mi ia ingin pegang (untuk tujual spekulasi) berkurang. Sebaliknya, apabila harga obligasi diha rapkan turun, maka permintaannya akan uang tunai saat ini bertambah lebih senang menjual obligasi yang ia pegang memperoleh atau memegang uang tunai sekarang.
  5. Hubungan antara harga obligasi dan tingkat bunga yang berla ku adalah berkebalikan. Harga obligasi naik sama saja artiny dengan tingkat bunga turun. Sebaliknya, harga obligasi turun berarti tingkat bunga naik.
  6. Bila harga obligasi diharapkan naik, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dianggap terlalu rendah. Bila harga obliga harapkan turun, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dengan harga tertinggi.
Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter adalah tindakan pemerintah (atau bank sentral) untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang. Ini adalah definisi umum dari kebijakan moneter yang bisa diartikan sebagai tindakan makro pemerintah dengan cara mempengaruhi proses penciptaan uang.Dengan mempengaruhi proses penciptaan uang, pemerintah bisa mempengaruhi :
  1. jumlah uang beredar.
  2. tingkat bunga yang berlaku dipasar uang. Melalui tingkat bunga pemerintah bisa mempengaruhi :
    1. pengeluaran investasi
    2. tingkat harga (P) dan GDP
Di sini kita menyoroti mata rantai yang pertama, yaitu antara kebijaksanaan moneter dengan M Khususnya kita menanyakan tindakan-tindakan apakah yang bisa dilakukan Pemerintah (bank sentral) untuk mempengaruhi M (uang beredar)
Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu merangkum kesimpulan-kesimpulan pokok mengenai proses penciptaan uang di atas. Pertama, kita simpulkan bahwa jumlah uang beredar (Ms) ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
(a) besarnya jumlah uang inti (H) yang tersedia, dan
(b) besarnya koefisien pelipat uang,
Kedua, kita simpulkan bahwa besarnya uang inti dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
(a) keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit)
(b) keadaan APBN (surplus atau defisit)
(c) perubahan kredit langsung Bank Indonesia
(d) perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Secara umum kita mengatakan bahwa pemerintah bisa mempengaruhi Ms apabila pemerintah bisa mempengaruhi nilai pelipat uang dan/atau jumlah uang inti.
Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi Ms adalah apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi variabel-variabel di sebelah kanan persamaan (8) ini. Man kita lihat satu per satu. Kita sebutkan di atas bahwa u (= K/Ms) tidak ditentukan oleh pemerintah, tetapi diputuskan oleh masyarakat. Tetapi sebenarnya pemerintah masih bisa mempengaruhi uang secara tidak langsung. Misalnya apabila bank-bank pemerintah rneningkatkan bunga yang dibayar kan untuk deposito atau giro, maka kemugkinan uang menurun (artinya, orang lebih suka memegang uang giral daripada uang kartal). Dengan demikian money multiplier naik dan M naik. Dalam hal ini kita mengatakan bahwa tingkat bunga untuk deposito dan giro adalah instrumen kebijaksanaan moneter yang bisa digunakan pemerintah untuk mempengaruhi M lewat u.
Bagaimana dengan v (= R/D)? Kita singgung di atas bahwa selain itu pemerintah bisa mempengaruhi v melalui penentuan cash-ratio atau reserve requirement. Apabila pemerintah ingin mengekang M pemerintah bisa meningkatkan cash-ratio. sehingga v meningkat, yang selanjutnya akan memperkecil nilai koefisien pelipat uang. Sebaliknya, cash-ratio bisa diturunkan apabila pemerintah menginginkan untuk memperbesar M Oleh sebab itu cash-ratio kita katakan pula sebagai suatu instrumen kebijaksanaan moneter.
Sebenarnya pemerintah masih bisa mempengaruhi v (jumlah Uang Giral)  dengan cara lain, yaitu dengan mempengaruhi excess reserve yang dipegang bank. Bagaimana caranya? Satu cara utama adalah dengan mengubah tingkat bunga yang dikenakan oleh bank sentral atas pinjaman yang diberikannya kepada bank-bank. (Ingat bank sentral adalah “banknya bank” atau bankers’ bank, artinya ia bisa memberikan pinjaman kepada bank-bank apabila mereka membutuhkan tam bahan likuiditas). Untuk pinjaman semacam ini bank-bank harus membayar bunga. Tingkat bunga ini dikenal dengan nama discount rate.
Apabila discount rate dinaikkan maka bank-bank cenderung untuk menambah excess reservenya, sebab mereka tidak ingin terlalu mengandalkan dana bank sentral untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang tak terduga karena cara itu menjadi terlalu mahal. Akibatnya v (jumlah Uang Giral)   meningkat dan pelipat uang menurun. Sebaliknya, apabila discount rate ( pengurangan rata-rata) rendah, maka bank merasa cukup aman memegang excess reserve yang kecil, karena sewaktu-waktu mereka memerlukan dana untuk mengatasi masalah likuiditasnya mereka bisa memperoleh dana bank sentral dengan biaya murah. Akibatnya v (jumlah Uang Giral)  turun, sehingga pelipat uang meningkat. Jadi discount rate adalah juga instrumen ke bijaksanaan moneter bagi pemerintah (bank sentral).
Pemerintah bisa pula mempengaruhi Ms dengan cara mempengaruhi H (uang inti). Dengan cara: pemerintah bisa mempengaruhi neraca pembayaran Dengan menggalakkan ekspor (misalnya, dengan memberi ran sangan ekspor berupa penurunan pajak ekspor atau pemberian sertifikat Ekspor) dan mengurang impor. (misalnya dengan menaikkan bea masuk), pemerintah bisa menciptakan surplus neraca pembayaran. ini akan menambah uang inti yang tersedia di masyarakat, Sehingga Ms meningkat. Jadi pajak ekspor, Sertifikat Ekspor, bea masuk, adalah instrumen kebijaksanaan moneter.
Pemerintah bisa dengan lebih langsung mempengaruhi APBN . Apabila dikehendaki Ms meningkat, APBN bisa dibuat defisit. baliknya, apabila M dikehendaki turun, maka APBN harus dibuat surplus. Jadi, APBN adalah juga instrumen kebijaksanaan moneter. Demikian pula pemerintah bisa mempengaruhi M (uang bereedar) dengan mengendalikan kredit langsung dan kredit likuiditas bank sentralnya, misalnya dengan menetapkan batas maksimum yang bisa diberi n (credit ceiling) atau dengan menaikkan (atau menurunkan) tingkat bunga kredit bank.
Sebenarnya ada berbagai variasi instrumen lain yang bisa digunakan pemerintah untuk mempengaruhi Ms lewat baik money multiplier maupun jumlah uang inti. Apa yang kita sebutkan di atas ada beberapa instrumen-instrumen pokoknya. Kita tidak bicarakan instrumen-instrumen lain tersebut di sini, karena lebih cocok untuk bahas dalam Ekonomi Moneter.
KEBIJAKSANAAN FISKAL
Kebijaksanaan  fiskal adalah kebijaksanaan yang kedua dibidang pengendalian makro adalah. Kebijaksanaan moneter dan kebijaksanaan fiskal adalah dua kebijaksanaan yang merupakan alat utama bagi perencana ekonomi nasional untuk mengendalikan keseimbangan makro perekonomiannya. Keduanya  sangat erat berkaitan satu sama lain, sehingga dalam praktek yang sering dijumpai adalah kebijaksanaan fiskal yang juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi moneter atau kebijaksanaan moneter dengan konsekuensi-konsekuensi fiskal. Kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam ini mungkin lebih cocok disebut ‘kebijaksanaan fiskal-moneter”.
Pembahasan ini diawali  mengenai hubungan antara APBN dan kebijaksanaan fiskal. Hal ini sejalan dengan pengertian umum bahwa kebijaksanaan fiskal adalah kebijaksanaan yang dilaksanakan lewat APBN. Dalam bagian selanjutnya kita akan meneliti apakah pengaruh dan suatu “kebijaksanaan fiskal”, yang dicerminkan oleh suatu struktur APBN tertentu, ter hadap perekonomian. Akhirnya kita akan mengambil sebuah contoh untuk menunjukkan bagaimana kita bisa memperkirakan pengaruh dan suatu kebijaksanaan fiskal dengan menggunakan aijabar sederhana.
APBN DAN KEBIJAKSANAAN FISKAL
Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan, yaitu:
(a) Bagaimana suatu kebijaksanaan uiskal diterjemahkan men jadi suatu APBN dan
(b) Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
Dalam bagian mi kita akan mengaji tahap (a). Khususnya kita akan membahas makna dan suatu kebijaksanaan fiskal dilihat dari struktur pos-pos APBN.
APBN mempunyai dua sisi, yaitu sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat penerimaan. Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan uang untuk pelaknaannya. Dalam praktek macam pos-pos yang tercantum di sisi ini sangat beraneka ragam dan mencerminkan apa yang ingin dilaknakan pemerintah dalam programnya. Untuk tujuan pembahasan
Dibagian lain terdiri dan pos utama, yaitu:
  1. Pengeluaran pernerintah untuk pembelian barang/jasa,
  2. pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawainya,
  3. pengeluaran pemerintah untuk transfer payments yang ini liputi misalnya, pembayaran subsidi/bantuan Iangsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat.
Semua pos pada sisi pengeluaran tersebut memerlukan dana untuk melaksanakannya. Sisi penerimaan menunjukkan darimana dana yang diperlukan tersebut diperoleh. Ada empat sumber utama untuk memperoleh dana tersebut, yaitu:
(a) pajak (berbagai macam),
(b) pinjaman dan bank sentral,
(c) pinjaman dan masyarakat dalam negeri,
(d) pinjaman dan luar negeri.
Dahulu pajak adalah satu-satunya sumber untuk pembiayaan kegiatan pemerintahan. Tidak ada pajak tidak ada kegiatan pemerintahan. Sekarang, pajak masih merupakan sumber keuangan negara yang paling penting bagi semua negara di dunia. Namun bagi pemerintah di negara-negara modern ada bebeapa cara lain untuk memperoleh dana tambahan. Yang pertama, pemerintah bisa “meminjam” dana dan bank sentralnya, seperti halnva seseorang mengambil kredit dart bank. Tetapi ada satu perbedaan penting antara kredit bank sentral kepada pemerintah dengan kredit bank kepada seseorang atau perusahaan. Perbedaan ini adalah bahwa bank sentral hanya bisa memberikan kredit dengan jalan menciptakan uang inti (reserve money). Bank sentral tidak bisa menciptakan uang giral seperti bank-bank umum biasa, sebab “uang giral” bank sentral.
Dan penambahan uang inti (L berarti (lewat money multiplier) penambahan jumlah uang beredar (L OIeh sebab itu dalam ungkapan yang lebih populer, pemberian kredit bank sentral kepada pemerintah adalah identik dengan pencetakan uang baru. (Yang lebih tepat sebenarnya adalah penciptaan uang inti baru).
Cara lain untuk memperoleh dana adalah meminjam dan masyarakat dalam negeni. Caranya adalah dengan mengeluarkan obligasi dan menjualnya di pasar uang dalam negeri*). Bila masyarakat (termasuk bank-bank) membeli surat berharga ini maka pemerintah memperoleh dana yang semula ada di tangan masyarakat (dan sebagai gantinya, masyarakat memegang obligasi pemerintah). Cara ini disebut open market operations (operasi pasar terbuka). Biasanya bank sentral bertindak sebagai “agen” pemerintah dalam melakukan open market operations. Cara ini hanya bisa dilakukan di negara-negara yang sudah memiliki pasar surat berharga (bursa efek dan saham) yang sudah maju. Bagi negara-negara sedang berkem bang pasar semacam itu belum berkembang, sehingga kebijaksanaan open market operations hanya mempunyai kegunaan yang terbatas. Bagi negara-negara maju, open market operations adalah suatu cara pembelanjaan keuangan negara yang sangat penting.
Cara yang terakhir untuk memperoleh dana adalah dengan meminjam dan luar negeri. Yang dilakukan di sini adalah “mengambangkan” obligasi pemerintah di pasar uang luar negeri (misalnya, pemerintah Indonesia telah menjual obligasinya di pasar uang Hamburg dan Tokyo). Dalam hal mi pemerintah Indonesia menerima dana (dalam bentuk matauang asing atau “devisa”) dan si pembeli di luar negeri menerirna surat tanda berhutang (“obligasi”) pemenintah Indonesia (beserta janji kapan membayar kembali dan dengan bunga beberapa). Cara mi lebih cocok apabila pemerintah membutuhkan dana dalam bentuk devisa (misalnya, untuk membiayai kebutuhan impornya).
Cara di atas adalah untuk memperoleh “kredit komersial” dan luar negeri, yaitu pinjaman dengan bunga seperti yang berlaku di pasar pada saat itu. Bagi beberapa negara, kredit komersial mungkin mungkin dirasa cukup berat, dilihat dan persyaratan pembayaran bunga maupun jangka waktu pengembaliannya. Khusus bagi negara sedang berkembang tersedia kemungkinan untuk memperoleh “kredit lunak”, yaitu pinjaman dengan bunga di bawah bunga yang berlaku di pasar uang dan dengan jangka waktu yang lebih longgar.*)
Pemberi kredit ini adalah pemerintah negara-negara maju yang memang mempunyai program untukmembantu pembangunan negara negara berkembang, yaitu negara-negara “donor”, dan lembaga lembaga keuangan internasional yang bertujuan membantu negara negara berkembang (seperti Bank Dunia, Asian Development Bank, Dana Moneter Internasional (IMF), dan sebagainya).
Sebagai contoh, APBN suatu negara bisa berbentuk seperti berikut: APBN, Negara X, 1981/1982 (dalam Rp milyar), Dari segi pembukuannya, APBN selalu seimbang: pengeluaran total adalah 2.300 dan penerimaan total juga 2.300. Perubahan kebijaksanaan fiskal ditunjukkan oleh adanya perubahan jumlah untuk masing-masing pos. Meskipun jumlah total (pengeluaran dan penerimaan) sama, kita bisa mempunyai kebijaksanaan fiskal yang berbeda apabila struktur angka-angka untuk pos-pos APBN berbeda. Dan memang, kita tidak bisa melihat pengaruh dan suatu APBN hanya dengan melihat nilai totalnya saja. (sebab nilai ini menurut prinsip akuntansinya harus selalu seimbang). Kita bisa mengatakan bahwa APBN defisit, surplus atau seimbang dalam arti ekonomis hanya apabila kita meneliti struktur angka-angkanya.
Ada beberapa pengertian yang berbeda mengenai apa yang di maksud suatu APBN defisit, surplus atau seimbang. Masing-masing pengertian mempunyai arti ekonomis (dan implikasi makro) yang berbeda satu sama lain. Kita harus memilih pengertian yang sesuai dengan tujuan analisa kita atau dengan problema yang kita soroti. Contoh di atas (dengan kriteria manapun) menunjukkan situasi APBN defisit. Pengertian yang “paling ketat” mengatakan bahwa defisit APBN terjadi apabila seluruh pengeluaran pemerintah tidak bisa dibiayai oleh sumber keuangan negara yang paling utama, yaitu pajak. Dalam contoh di atas, pengeluaran total adalah 2.300 sedang penerimaan pajak hanya 1.200, jadi terjadi defisit (dalam pengertian ini) sebesar 1.100.
Pengertian defisit yang kedua dan yang “kurang ketat” mengatakan bahwa APBN defisit apabila penerimaan pajak plus pinjaman pemerintah dan masyarakat dalam negeri tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dalam contoh di atas, pajak plus pinjaman mi berjumlah 1.400, sehingga terjadi defisit (dalam pengertian ini) sebesar 900.
Mengapa pinjaman dan masyarakat dalam negeni dianggap sebagai sumber dana yang “wajar”? Pertama, karena ini adalah pinjaman pemerintah terhadap warganya sendiri, sehingga ada perasaan bahwa pinjaman ini “wajar”. Alasan kedua, yang secara ekonomis lebih penting, adalah bahwa pinjaman semacam ini tidak menambah jumlah uang beredar di dalam negeri, karena dana yang diperoleh pemerintah adalah dana yang sebelumnya ada di ta ngan masyarakat (yaitu, hanya terjadi pengalihan hak penggunaan dana yang tersedia). Ciri ini mempunyai implikasi penting bagi pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian (seperti yang akan kita bahas nanti).
Pengertian yang paling “lunak” mengenai defisit APBN menga takan bahwa defisit APBN hanya terjadi apabila pajak + pinjaman dan masyarakat dalam negeri + pinjaman dan luar negeri tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dengan lain perkataan, defisit APBN terjadi apabila pemerintah harus meminjam dan bank sentral atau, secara populer, harus men cetak uang baru untuk membiayai pengeluarannya. Dalam contoh di atas, defisit menurut pengertian ini adalah 300.
Berbagai pengertian mengenai APBN surplus dan seimbang juga bisa digolongkan sejalan dengan pengertian mengenai defisit di atas. Kesimpulan umum mengenai uraian kita sampai saat mi adah bahwa kita harus berhati-hati dan mempunyai konsepsi jelas mengu nai pengertian mana yang kita maksud apabila kita mengatakan te jadi defisit atau surplus APBN. Selain itu jelas pula dan uraian di atas bahwa cara membiayai pengeluaran pemerintah menentukan sekali akibat APBN terhadap perekonomian. Bermacam-macam pengeluaran sangat menentukan pula pengaruh APBN terhadap perekonomian Hanya melihat angka “total”nya saja, kita tidak bisa menilai konsekuensi APBN bagi perekonomian.
I N F L A S I
Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Pada asasnya inflasi merupakan gelaja ekonomi yang berupa naiknya tingkat harga.
Definisi inflasi :
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator Inflasi :
  • Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas.
  • Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.
Didasarkan kepada sumber penyebabnya, menurut Soediyono R. : inflasi dapat digolong-golongkan sebagai berikut:
(a) Inflasi permintaan. Istilah untuk inflasi semacam ini antara lain ialah demand-pull inflation. inflasi tarikan permintaan dan demand inflation.
(b) inflasi penawaran. lstilah lain yang hanyak dipakai untuk inflasi sernacam mi ialah cost-push inflation dan supply inflation.
(c) Inflasi campuran, yaitu inflasi yang mempunyai baik unsur demand pull maupun cost push. Inflasi semacam ini sering disebut mixed inflation.
Inflasi Permintaan
Sebagai langkah pertama macam inflasi yang merupakan pusat perhatian kita ialah inflasi permintaan, yang ini terkenal dengan sebutan demand full inflation. Seperti tersirat dalam namanya, inflasi permintaan timbul sebagai akibat dan meningkatnya permintaan agregatif. Ada beberapa Icon atau model analisis ekonomi yang dapat dimasukkan ke dalam kategori inflasi permintaan. Beberapa di antaranya yang uraian singkatnya disajikan di bawah mi ialah:
(a) pendekatan teori kuantitas uang,
(b) pendekatan celah inflasi,
(c) pendekatan IS-LM, dan
(d) pendekatan permintaan -penawaran agregatif
1. Inflasi Permintaan dengan Pendekatan Teori Kuantitas Uang
Teori kuantitas uang berpendapat bahwa naik-turunnya tingkat harga disebabkan oleh naik-turunnya jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Sebagai akibat dan meningkatnya jumlah saldo kas yang dimiliki oleh rumah-rumah tangga dikarenakan oleh meningkatnya jumlah uang yang beredar, angka banding antara jumlah saldo kas dengan besarnya pendapatan dirasakan menjadi terlalu tinggi. Untuk mengurangi kelebihan saldo kas tersebut, menurut teori kuantitas uang, rumah tangga akan langsung menggunakannya untuk memperbesar pengeluaran konsumsi mereka. ini dengan sendirinya mengakibatkan meningkatnya permintaan agregatif. Dengan mendasarkan kepada asumsi kesempatan kerja penuh atau full employment, maka meningkatnya permintaan agregatif akan mengakibatkan naiknya tingkat harga. Dengan kata lain, terjadilah inflasi.
Sebagai akibat dan adanya inflasi nilai nyata saldo kas akan menurun. Proses inflasi terus terjadi sampai tercapai keadaan di mana angka banding antara jumlah saldo kas nyata dengan pendapatan nyata kembali ke ketinggian semula. Inflasi akan terhenti di sini, kecuali kalau terjadi lagi penambahan jumlah uang yang beredar.
2. Inflasi Permintaan dengan Pendekatan Analisa Celah inflasi
Masalah celah inflasi atau inflationary gap bahwa inflation gap terjadi apabila besarnya investasi yang terjadi melebihi penabungan atau saving pada tingkat pendapatan fuII-employmen, pernyataan tersebut tepat kalau diterapkan untuk perekonomian tertutup. dalam keadaan di mana besarnya permintaan agregati,f yaitu hasil penjumlahan (C + 1 + G + X — M), melebihi kapasitas produksi nasional, yang biasa disebut juga full-employment income.
3.  Inflasi Permintaan dengan Pendekatan IS-LM
Menerangkan inflasi dengan menggunakan pendekatan IS-LM tersebut ialah bahwa masing-masing dimaksudkan untuk menerangkan dua hal, yaitu:
(a) penentuan tingkat pendapatan nasional ekuilibrium,
(b) penentuan tingkat harga dengan tingkat pendapatan nasional ekuilibrium seperti yang uraian atau perhitungannya disajikan oleh butir .
Oleh karena semua variahel yang diperhatikan dalam analisis silang Keynes tersebut. mengenai pengukurannya semuanya sama, yaitu masing-masing diukur dalam rupiah per satuan waktu. Analisis IS-LM di lain pihak sebagian dan vaniabelnya; yaitu variabel investasi dan variabel permintaan uang untuk spekulasi, ditentukan oleh tingkat bunga, yang pengukurannya tidak dalam rupiah per satuan waktu, melainkan dalam persentase persatuan waktu.
Menurut Boediono : Kedua macam inflasi yaitu inflasi permintaan dan inflasi penawaran itu jarang sekali dijumpai dalam praktek dengan bentuk yang murni. Pada umumnya, inflasi Yang tenjadi di berbagai negara di dunja adalah kombinasi dan kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain. Atau disebut inflasi campuran yang mempunyai baik unsur demand—pull maupun cost—push. Inflasi semacam ini sering disebut mixed inflation.
Penggolongan Yang ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi Di  sini kita bedakan:
(1) inflasi Yang berasal dan dalam negeri (domestic Inflation)
(2) Inflasi Yang berasal dan luar negeri (imported inflalion)
Inflasi yang berasal dan dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan Yang gagal dan sebagainya Infiasi yang berasal dan luar negeri adalah inflasi Yang timbul karena kenaikan harga-harga (yaitu, inflasi) di luar negeri atau di Negara negara tetangga berdagang  dengan negara kita. Akibat kenaikan harga barang barang yang kita Inpor :
(1)         secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dan barangbarag yang tercakup di dalamnya berasal dan impor.
(2)         secara tidak langsung menaikkan indeks harg melalui kenajkan ongkos produksj (dan kemudian, harga jual) dan berbagal barang Yang menggufl bahan mentah atau mesin-mesin yang harus di impor (cost inflation).
(3)         secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena ada kemungkinan (tetapi ini tidak harus demikian) kenaikan harga barang-barang impor kenaikan Pengeluaran Pemerintah dan swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut  disebut demand inflation.
“Penularan’ inflasi dan luar negeri ke dalam negeri bisa pula lewat kenaikan harga barang-barang ekspor dan saluran saluran hanya sedikit berbeda dengan penularan lewat kenaikan harga barang-barangg impor :
(1)         Bila harga barang-barang ekspor ,seperti kopi, teh , naik, maka indeks biaya hidup akan naik pula sebab banang-barang ini langsung masuk dalam daftar barang-barang yang tercakup dalam indeks harga.
(2)         Bila harga barang- barang ekspor (seperti kayu, karet timah dan sebagainya) naik, maka ongkos produksi dan barang-barang yang menggunakan barang-barang tersebut dalam produksinya (perumahan, sepatu, kaleng dan Sebagainya) akan naik, dan kemudian harga jualnya akan naik pula (cost-inflation).
(3)         Kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan eksportir (dan juga para produsen barangbarang ekspor tersebut). Kenaikan penghasilan ini kemudian akan dibelanjakan untuk membeli barang-banang (baik dan dalam maupun luar negeri). Bila jumlah barang yang tersedia di pasar tidak beitambah, maka harga-harga barang lain akan naik pu1a (demand inflation).
Penularan inflasi dan luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang perekonomiannya terbuka, yaitu yang sektor perdagangan luar negerinya penting (seperti Indonesia, Korea, Taiwan, Singapura, Malaysia dan sebagainya ). Namun berapa jauh penularan tersebut terjadi juga tergantung kepada kebijaksanaan penierinlah yang diambil. Dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan moneter dan perpajakan tertentu pemerintah bisa menetralisir kecenderungan inflasi yang berasal dan luar negeri.
Disagregasi Inflasi :
  1. Inflasi Inti >Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental:
    - Interaksi permintaan-penawaran
    - Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
    - Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti >Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Dalam hal ini terdiri dari :
  1. Inflasi Volatile Food.
    Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, angguan alam, gangguan penyakit.
  2. Inflasi Administered Prices
    Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dll
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price)1 , dan terjadi negative supply shocks2 akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR).
TIMBULNYA INFLASI
“inflasi” semata-mata suatu gejala ekonomi, dimana kecenderungan harga-harga untuk naik secara bersamaan. Sebab-sebab timbulnya inflasi khusus dari segi ekonomi; dan penentuan sebab-sebab “ekonomis obyektif” ini mungkin bukanlah tugas yang paling sukar. Biasanya kita harus melampaui batas-batas ilmu ekonomi dan memasuki bidang ilmu sosiologi dan ilmu politik.
Masalah inflasi dalam arti yang lebih luas bukan semata-mata masalah ekonomi, tetapi masalah sosio-ekonomi-politis. Ilmu ekonomi membantu kita ntuk mengidentifikasikan sebab-sebab obyektif  dari inflasi, misalnya saja karena pemerintah mencetak uang terlalu hanyak. Kalau kita mempertanyakan mengapa pemerinlah harus mencetak uang, meskipun mereka tahu bahwa tindakan tersebu mengakibatkan inflasi .seringkali jawabannya terletak di bidang sosial politik.
Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu, Ketiga teori ini adalah:
  1. Teori kuantitas
  2. Teori Keynes
  3. Teori Strukturalis
Teori Kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini (yang akhir-akhir ini mengalami penyempurnaan-penyempurnaan oleh kelompok ahli ekonomi Universitas Chicago) masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern in terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi yaitu :
(a)          jumlah uang yang beredar
(b)         psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations).
Inti dari teori ini adalah sebagai berikut:
  1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau penambahan uang giral tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, kejadian seperti, misalnva, kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk semenlara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat “bahan bakar” bagi api inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab musabab awal dan kenaikan harga tersebut.
  2. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.
Terdapat 3 kemungkinan keadaan. Keadaan yang pertama adalah bila masyarakat tidak (atau belum) mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang. Dalam hal mi, sebagian besar dan penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima oleh masyarakat untuk menamhah likuiditasnya (yaitu, memperbesar pos Kas dalam buku neraca para anggota masyarakat). ini berarti bahwa sebagian besar dan kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. berarti bahwa tidak akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang, jadi tidak ada kenaikan harga barang-barang (atau harga-harga mungkin naik sedikit sekali).
Dalam keadaan seperti ini, kenaikan jumlah uang yang beredar sebesar 10% diikuti oleh kenaikan harga-harga sebesar, misalnya 1 %. Keadaan ini biasanya dijumpai pada waktu inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi sedang berlangsung.
A. Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral adalah :
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian “single objective”-nya.
Yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah adalahKestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
  1. tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan
  2. tekanan inflasi yang berasal dari sisi penawaran.
Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam.
B. Pentingnya kestabilan harga
Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
  1. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
  2. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
C. Peran Kebijakan Moneter Mengendalikan Inflasi
Mengingat tugas spesifik yang diemban oleh Bank Indonesia seperti tersebut di atas, Bank Indonesia tidak sepenuhnya dapat mengendalikan inflasi, terutama tekanan inflasi yang berasal dari sisi penawaran (cost push inflation). Bank Indonesia, melalui kebijakan moneter, dapat mempengaruhi inflasi dari sisi permintaan, seperti investasi dan konsumsi masyarakat. Misalnya, kebijakan kenaikan suku bunga dapat menge-’rem’ pengeluaran masyarakat dan pemerintah sehingga dapat menurunkan permintaan secara keseluruhan yang pada akhirnya dapat menurunkan inflasi. Selain itu, kenaikan suku bunga ini dapat menguatkan nilai tukar melalui peningkatan (positive) interest rate differential. Demikian juga, Bank Indonesia dapat mempengaruhi ekspektasi masyarakat melalui kebijakan yang konsisten dan kredibel. Harapannya adalah sasaran (target) inflasi Bank Indonesia diacu oleh masyarakat dan pelaku ekonomi sehingga inflasi yang terjadi dapat sama atau mendekati sasaran inflasi. Apabila kondisi ini terjadi, maka biaya pengendalian moneter dapat diminimalkan.
Secara teori, kebijakan moneter dapat ditransmisikan melalui berbagai jalur (channel), yaitu jalur suku bunga, jalur kredit perbankan, jalur neraca perusahaan, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi. Dengan melewati jalur-jalur tersebut, kebijakan moneter akan ditransmisikan dan berpengaruh ke sektor finansial dan sektor riil setelah beberapa waktu lamanya (lag of monetery policy) .
Selain kebijakan moneter yang bersifat “langsung” seperti di atas, bank sentral juga dapat mempengaruhi tujuan akhirnya secara “tidak langsung”, yaitu melalui berbagai regulasi dan himbauan (moral suassion) kepada sektor perbankan guna mempercepat mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Dalam melaksanakan pengendalian moneter Bank Indonesia diberikan kewenangan dalam menggunakan instrumen moneter berupa tetapi tidak terbatas pada (i) Operasi Pasar Terbuka (open market operation), (ii) penetapan tingkat diskonto (discount rate), (iii) penetapan Giro Wajib Minimum (minimum reserve requirement), dan (iv) pengaturan kredit atau pembiayaan.
D. Alasan Perubahan Kerangka Kerja Sebelumnya (Base Money Targetting)
Sejak dilepasnya sistem crawling band, Bank Indonesia mentargetkan base money (base money targeting) dalam kerangka kebijakan moneternya. Kerangka tersebut tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia untuk menyerap kembali kelebihan likuiditas di perbankan sebagai dampak dari adanya bantuan likuiditas Bank Indonesia sebagai konsekuensi fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last resort. Kerangka kebijakan moneter dengan menggunakan program moneter ini diformalkan sebagai bagian dari program IMF.
Base money targeting framework didasarkan pada teori kuantitas uang (quantity theory of money), yaitu MV=PY4 . Efektivitas kerangka ini sangat tergantung kepada stabilitas velocity uang beredar baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, framework ini akan berjalan baik apabila (i) hubungan antara base money dan inflasi stabil, dan (ii) bank sentral dapat mengendalikan uang kartal.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia menghadapi permasalahan dalam menggunakan framework ini. Hal ini disebabkan oleh :
  • Hubungan M0 dengan P dan Y tidak stabil, karena terdapat perubahan struktural pasca krisis5 .
  • Seolah-olah terdapat dua nominal anchor, yaitu pencapaian sasaran inflasi dan target base money
  • Respon kebijakan moneter cenderung backward looking.
  • Cukup sulit mengendalikan base money, karena sebagian besar komponennya terdiri dari uang kartal yang perilakunya lebih dipengaruhi oleh permintaan (demand determined)6.
Berbagai perubahan-perubahan struktural pasca krisis antara lain ditandai dengan :
  • Penerapan floating exchange rate yang menyebabkan volatilitas nilai tukar yang lebih tinggi
  • Restrukturisasi dan fungsi intermediasi perbankan terkait dengan program rekapitalisasi dan pergeseran portfolio aset dari kredit ke obligasi
  • Permasalahan sektor riil yang mengakibatkan turunnya permintaan kredit.
  • Munculnya berbagai inovasi produk perbankan, diantaranya reksadana.
Studi di Bank Indonesia menyimpulkan bahwa akibat adanya perubahan struktural di atas, peran suku bunga menjadi semakin penting (dibandingkan dengan uang beredar) dalam mempengaruhi inflasi. Untuk itu, perlu dilakukan peninjauan ulang dan perubahan formulasi kerangka kerja kebijakan moneter (monetary policy framework) Bank Indonesia yang selama ini telah dianut, dari pendekatan yang sifatnya pragmatis (eclectic approach) ke dalam suatu framework baru yang sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).
E. Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter yang Sehat
(i)            Mempunyai satu tujuan akhir yang diutamakan (overriding objective), yaitu sasaran inflasi, sebagai kontribusi pokok kebijakan moneter dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, sasaran inflasi ditetapkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya (trade-off) dengan pertumbuhan ekonomi.
(ii)          Kebijakan moneter bersifat antisipatif atau forward looking, yaitu dengan mengarahkan kebijakan moneter yang ditempuh saat ini diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan pada periode yang akan datang mengingat adanya efek tunda (lag) kebijakan moneter.
(iii)         Mengikatkan diri kepada suatu mekanisme tertentu dalam membuat pertimbangan penentuan respon kebijakan moneter (constrained discretion). Dalam penetapan respon kebijakan moneter, bank sentral mempertimbangkan prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta berbagai variabel lain. Termasuk pertimbangan mengenai kebijakan ekonomi Pemerintah dalam kerangka koordinasi kebijakan moneter dengan kebijakan makro lain.
(iv)        Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good governance), yaitu berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.
F. Inflation Targeting Framework (ITF)
Definisi ITF > ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil Merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai “Inflation Targeting lite countries”.
Alasan pemilihan ITF
  1. Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter IT didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :
  • Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).
  • Sesuai dengan amanat UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004.
  • Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.
  • Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan ITF berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.
  • Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target.
  1. Penerapan ITF bukan berarti bahwa bank sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja, dan tidak lagi memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Juga, ITF bukanlah suatu kaidah yang kaku (rule) tetapi sebagai kerangka kerja menyeluruh (framework) untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti membawa perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi (zero inflation).
  2. Inflasi rendah dan stabil dalam jangka panjang, justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (suistanable growth). Penyebabnya, karena tingkat inflasi berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya, suku bunga jangka panjang akan meningkat karena tingginya premi risiko akibat inflasi. Perencanaan usaha menjadi lebih sulit, dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi asset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya, otoritas moneter seringkali berargumentasi bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan yang pro pertumbuhan.
G. Sasaran Inflasi
  1. Sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Penetapan sasaran inflasi tersebut mempertimbangkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi (trade-off) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
  2. Pemerintah setelah berkoordinasi dengan BI telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2006, 2007, dan 2008 masing-masing sebesar 8% ±1%, 6%±1%, dan 5,0%±1%. (Berdasarkan siaran pers : Rapat Koordinasi Bidang Makroekonomi tanggal 17 Maret 2006). Penetapan lintasan sasaran inflasi ini sejalan dengan keinginan untuk mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang sebesar 3% agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara Asia lainnya .
H. Indikator Kebijakan Moneter
  1. Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi dan keuangan secara keseluruhan.
  2. Demikian pula, Bank Indonesia akan selalu dan terus memperhatikan langkah-langkah kebijakan ekonomi yang ditempuh Pemerintah. Langkah-langkah koordinasi kebijakan yang selama ini telah berlangsung baik akan terus diperkuat dan ditingkatkan.
  3. Analisis dan prakiraan berbagai variabel ekonomi tersebut dipertimbangkan untuk mengarahkan agar prakiraan inflasi ke depan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
I. Respon Kebijakan Moneter
  1. Tujuan dan bentuk respon kebijakan moneter adalah sbb:
  • Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan (konsistensi).
  • Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.
  • Perubahan (kenaikan atau penurunan) BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap.
  1. Fungsi BI Rate sebagai sinyal kebijakan
  • BI Rate adalah suku bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada RDG triwulan untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rate rata-rate tertimbang hasil lelang SBI pada setiap kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia.
  • BI Rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance kebijakan moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.
  • BI Rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga instrumen liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB dan suku bunga jangka yang lebih panjang.
  1. Proses penetapan respon kebijakan moneter
  • Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam RDG triwulanan.
  • Respon kebijakan moneter ditetapkan untuk periode satu triwulan ke depan.
  • Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter dalam mempengaruhi inflasi.
  • Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan dalam RDG bulanan.
  1. Dasar pertimbangan penetapan respon kebijakan
  • BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap) dipandang telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.
  • BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan:
  1. Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi, dan
  2. Berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert opinion, asesmen fakto risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
  3. Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI tenor 1 bulan) secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.
J. Operasi Pengendalian Moneter
  1. Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.
  2. Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen:
(i)            Operasi Pasar Terbuka (OPT),
(ii)          Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities),
(iii)         Intervensi di pasar valas,
(iv)        Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan
(v)          Himbauan moral (moral suassion).
  1. Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
K. Koordinasi dengan Pemerintah
  1. Koordinasi dengan Pemerintah dimaksudkan agar kebijakan moneter Bank Indonesia sejalan dengan kebijakan umum Pemerintah dibidang perekonomian dengan tetap menjaga tugas dan wewenang masing-masing.
  2. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam penetapan sasaran inflasi dilakukan sesuai dengan MoU yang telah disepakati antara Pemerintah (cq. Menteri Keuangan) dengan Bank Indonesia, diantaranya adalah:
  • Bank Indonesia menyampaikan usulan Sasaran Inflasi kepada Pemerintah selambat-lambatnya bulan Mei pada tahun sebelum periode sasaran inflasi berakhir.
  • Dalam hal terjadi kondisi yang luar biasa sehingga Sasaran Inflasi yang telah ditetapkan menjadi tidak realistis dan perlu direvisa, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan perubahan Sasaran Inflasi setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
  1. Pentingnya keterlibatan Pemerintah dalam menetapkan inflasi didasarkan pada pertimbangan beberapa faktor. Pertama, tidak semua sumber inflasi di bawah kendali kebijakan Bank Indonesia. Kebijakan pemerintah turut menyumbang inflasi, diantaranya adalah penetapan administered price, upah minimum regional, gaji pegawai negeri, kebijakan di bidang produksi sektoral, perdagangan domestik dan tata niaga impor. Kebijakan pemerintah lainnya (misalnya di bidang politik, keamanan, dan penegakan hukum) juga secara tidak langsung turut mempengaruhi inflasi. Kedua, kebersamaan komitmen pengendalian inflasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia di atas kertas akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel, karena menjadi “milik bersama”. Jika sasaran inflasi sangat kredibel, dalam arti Bank Indonesia dan Pemerintah dinilai akan mampu mencapainya, para pelaku ekonomi akan menyamakan perkiraan inflasi mereka dengan angka sasaran inflasi tersebut. Bila kondisi ini terjadi, Pemerintah dan Bank Indonesia akan lebih mudah menurunkan dan menstabilkan inflasi dalam jangka menengah dan panjang, tanpa harus menelan biaya kebijakan yang terlalu besar.
  2. Sebagai tindak lanjut, Bank Indonesia bersama Pemerintah telah membentuk tim penetapan sasaran, pemantauan, dan pengendalian inflasi (selanjutnya disebut Tim Pengendalian Inflasi) yang beranggotakan beberapa departemen teknis. Adapun tugas tim tersebut antara lain mencakup pemberian usul mengenai sasaran inflasi, mengevaluasi sumber-sumber dan potensi tekanan inflasi serta dampaknya terhadap pencapaian sasaran inflasi, merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung pencapaian sasaran inflasi, serta melakukan diseminasi mengenai sasaran dan upaya pencapaian sasaran inflasi kepada masyarakat. Diharapkan pembentukan Tim Pengendalian Inflasi ini akan meningkatkan koordinasi antara otoritas moneter dengan Pemerintah secara keseluruhan, sehingga sasaran inflasi menjadi tujuan bersama yang credible dan achievable.
  3. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah juga dilakukan dalam penetapan asumsi-asumsi makro untuk bahan penyusunan RAPBN, baik melalui rapat koordinasi dengan Departemen Keuangan (dan instansi terkait) maupun dalam pembahasan dengan DPR.
  4. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah mengenai kebijakan di bidang perekonomian lainnya dilakukan dalam Sidang Kabinet maupun pertemuan-pertemuan lainnya sesuai dengan perkembangan dan permasalahan yang terjadi.
L. Transparansi
Kebijakan moneter dikomunikasikan secara berkesinambungan kepada masyarakat untuk meningkatkan kredibilitas k