1. Rasa Ingin Tahu/Curiousity
Ilmu pengetahuan alam bermula dari rasa ingin
tahu, yang merupakan suatu ciri khas manusa. Manusia mempunyai rasa ingin tahu
tentang benda-benda di alam sekitarnya, bulan, bintang, dan matahari, bahkan
ingin tahu tentang dirinya sendiri (antroposentris).
Rasa ingin tahu tidak dimiliki oleh makhluk
lain, seperti batu, tanah, sungai, dan angin. Air dan udara memang bergerak
dari satu tempat ke tempat lain, namun gerakannya itu bukanlah atas kehendaknya
sendiri, tetapi akibat dari pengaruh ilmiah yang bersifat kekal.
Bagaimana halnya dengan makhluk-makhluk hidup
seperti tumbuhan-tumbuhan dan binatang? Sebatang pohon misalnya, menunjukkan
tanda-tanda pertumbuhan atau gerakan, namun gerakan itu terbatas pada upayanya
untuk mempertahankan kelestarian hidupnya yang bersifat tetap. Misalnya,
daun-daun yang cenderung mencari sinar matahari atau akar yang cenderung
mencari air yang kaya mineral untuk pertumbuhan hidupnya. Kecenderungan semacam
ini terus berlangsung sepanjang zaman.
Bagaimana halnya dengan binatang yang juga
menunjukkan adanya kehendak untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain?.
Kita ambil contoh misalnya ubur-ubur. Binatang ini berpindah tidak atas
kehendaknya sendiri. Namun, bagaimana halnya dengan binatang tingkat lebih
tinggi yang nyata-nyata mempunyai kemampuan untuk mengadakan eksplorasi
terhadap alam sekitarnya? Misalnya, ikan, burung, harimau, ataupun binatang
yang sangat dekat dengan manusia, yaitu monyet. Tentunya burung-burung bergerak
dari suatu tempat ke tempat lain didorong oleh suatu keinginan, antara lain,
rasa ingin tahu. Ingin tahu apakah di sana ada cukup makanan untuknya sendiri
atau bersama yang lain. Ingin tahu apakah suatu tempat cukup aman untuk membuat
sarang? Setelah mengadakan eksplorasi, tentu mereka jadi tahu. Itulah
pengetahuan dari burung tadi. Burung juga memiliki pengetahuan untuk membuat
sarang di atas pohon. Burung manyar atau burung tempua pandai menganyam
sarangnya yang begitu indah bergelantungan pada daun kelapa. Namun,
pegetahuannya itu ternyata tidak berubah dari zaman ke zaman.
Bagaimana halnya dengan monyet yang begitu
pandai? Apabila kita perhatikan baik-baik, kehendak mereka untuk mengeksplorasi
alam sekitar itu didorong oleh rasa ingin tahu yang tetap sepanjang zaman atau
yang oleh Asimov (1972) disebut sebagai idle curiousity atau dalam buku lain
disebut sebagai insting. Insting itu bekerja pada satu hal saja, yaitu
mempertahankan kelestarian hidupnya. Untuk itu, mereka perlu makan, melindungi
diri, dan berkembang biak.
Bagaimana dengan halnya manusia? Manusia juga
memiliki insting seperti yang dimiliki oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan. Namun,
manusia memiliki kelebihan, yaitu adanya kemampuan berpikir. Dengan kata lain,
curiousity-nya tidak idle, tidak tetap sepanjang zaman. Manusia memiliki rasa
ingin tahu yang berkembang, atau kemampuan berpikir. Setelah tahu tentang
apa-nya mereka juga ingin tahu bagaimana dan mengapa begitu.
Manusia mampu menggunakan pengetahuannya yang
terdahulu utnuk dikombinasikan dengan pengetahuannya yang baru sehingga menjadi
suatu akumulasi pengetahuan. Rasa ingin tahu manusia yang terus berkembang dan
seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan pembendaharaan pengetahuan pada manusia
itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk
hidupnya sehari-hari, seperti bercocok tanam atau membuat panah atau lembing
sebagai senjata untuk berburu, tetapi juga berkembang sampai hal-hal yang
menyangkut keindahan.
2. Mitos
Perkembangan selanjutnya adalah manusia berusaha
memenuhi kebutuhan nonfisik atau kebutuhan alam pikirannya. Rasa ingin tahu
manusia ternyata tidak dapat terpuaskan hanya atas dasar pengamatan maupun
pengalamannya. Untuk itulah, manusia mereka-reka sendiri jawaban atas keingintahuannnya
itu.
Selanjutnya jawaban-jawaban atas pertanyaan yang
dijawab oleh manusia dengan mereka-reka kemudian diterima sebagai pengetahuan
baru yang bermunculan dan kepercayaan itulah yang kita sebut dengan mitos.
Cerita yang berdasarkan atas mitos disebut legenda. Mitos timbul
disebabkan antara lain oleh keterbatasan alat indera manusia.
Keterbatasan alat indera manusia sebagai
berikut:
1) Alat Penglihatan
Banyak benda yang bergerak begitu cepat sehingga
tak tampak jelas oleh mata, serta jarak pandang mata yang sangat terbatas.
2) Alat Pendengaran
Frekuensi pendengaran manusia terbatas pada
getaran dengan frekuensi dari 20 sampai 20.000 per detik, lebih kecil ataupun
lebih besar dari itu maka tidak dapat terdengar lagi oleh pendengaran manusia.
3) Alat Pencium dan Pengecap
Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang
dikecap maupun yang diciumnya, karena sensor penciuman pada hidung dan pengecap
pada lidah memiliki kemampuan terbatas dalam mengidentifikasi apa yang sedang
dikecap atau dicium. Alat pengecap hanya dapat membedakan 4 macam rasa,
sedangkan alat penciuman dapat mencium bau apabila konsentrasinya di udara
sudah lebih dari sepersepuluh juta bagian.
4) Alat Perasa
Alat perasa pada manusia dapat membedakan panas
dan dingin. Namun, hal tersebut bersifat relatif pada tiap individu sehingga
tidak dapat dijadikan sebagai alat observasi yang tepat.
Pada tiap manusia memiliki kemampuan alat indera
yang berbeda. Akibat keterbatasan alat indera inilah yang memungkinkan
terjadinya salah informasi, salah tafsir atau salah pemikiran. Manusia telah
berupaya meningkatkan ketepatan alat indera dengan cara dilatih maupun bantuan
alat, akan tetapi masih belum bisa menghapus keterbatasan tersebut.
Mitos dapat diterima oleh masyarakat pada masa
itu karena:
a. keterbatasan pengetahuan
yang disebabkan oleh keterbatasan penginderaan, baik langsung maupun dengan
alat,
b. keterbatasan penalaran
manusia pada masa itu,
c. telah terpenuhi hasrat
ingin tahunya.
3. Mitos Antara Pro dan Kontra
Masyarakat dahulu dapat menerima mitos karena
keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan pemikirannya, sedangkan hasrat ingin
tahunya berkembang terus. Itulah sebabnya mitos merupakan jawaban yang paling
memuaskan pada masa itu.
Puncak hasil pemikiran seperti di atas terjadi
pada zaman Babylonia, yaitu kira-kira 700-600 SM. Pendapat orang Babylonia
tentang alam semesta antara lain adalah bahwa alam semesta merupakan suatu
ruangan atau selungkup. Lantainya adalah bumi yang datar, sedangkan langit
dengan bintangnya merupakan atapnya. Di langit ada semacam jenndela yang
memungkinkan air hujan dapat sampai ke bumi. Adapun perhitungan bidang edar
matahari sama dengan 362,25 hari.
Horoskop atau ramalan nasib manusia berdasarrkan
perbintangan juga berasal dari aman Babylonia ini. Masyarakat waktu itu, bahkan
mungkin masih ada juga pada masa kini, dapat menerima karena pengetahuan yang
mereka peroleh dari kenyataan pengamatan dan pengalaman tidak dapat digunakan
untuk memecahkan masalah hidup yang mereka hadapi.
Karena kemampuan berpikir manusia semakin maju
dan disertai pula oleh perlengkapan pengamatan, misalnya teropong bintang,
mitos dengan berbagai legendanya makin ditinggalkan, dan mereka cenderung
menggunakan akal sehat atau rasionya.
Orang-orang Yunani lainnya yang patut dicatat
sebagai pelopor perubahan pola masa itu ialah sebagai berikut ini.
1. Anaximander (610-546 SM)
Seorang pemikir yang sezaman denga Thales
berpendapat bahwa alam semesta yang kita lihat itu berbentuk seperti bola dan
bumi sebagai pusatnya. Langit dan segala isinya beredar mengelilingi bumi.
Pendapat ini bertahan hingga dua abad lamanya. Ia juga mengajarkan pembuatan
jam matahari atau petunjuk waktu, yaitu dengan menegakkan sebuah tongkat di
atas bumi yang horizontal, dan menentukan bahwa bayangan tongkat itu menjadi
petunjuk waktu dan juga titik balik matahari.
2. Anaximenes (560-520 SM)
Berpendapat bahwa unsur dasar pembentukan semua
benda adalah air. Namun, air merupakan salah satu bentuk saja. Ia dapat
merenggang menjadi api (gas) atau memadat menjadi tanah (padat). Inilah yang
disebut teori pertama tentang transmutasi unsur-unsur. Namun Herakleitos
(560-470 SM) menentang pendapat itu. Ia berpendapat bahwa apilah yang
menyebabkan adanya transmutasi tanpa air, benda-benda akan tetap seperti adanya.
3. Pythagoras (+500 SM)
Menyatakan bahwa unsur dasar ada empat, yaitu
tanah, air, api, dan udara. Pythagoras juga menemukan hukum dalam perhitungan
matematika yang dikenal sebagai dalil Pythagoras. Tentang alam semesta,
Pythagoras berpendapat bahwa bumi ini bulat dan berputar. Karena berputar maka
tampak seolah-olah alam berputar mengelilingi bumi.
4. Demokritos (460-370 SM)
Berkaitan dengan permasalahan tentang unsur
dasar, Demokritos berpedapat bahwa bila suatu benda dipecah atau dibagi secara
terus-menerus, pada suatu saat akan sampailah pada bagian terkecil dari benda
itu. Bagian terkecil dari benda itu yang tak dapat dibagi-bagi lagi disebut
atomos atau atom. Karena kecilnya, atom itu tidak tampak oleh mata. Kata atom
inilah yang kita pakai sampai sekarang, tentunya dengan konsep yang berbeda
dengan konsep atom Demokritos.
5. Empedokles (480-430 SM)
Berdasarkan ajaran Pythagoras tentang empat
unsur dasar, ia memperkenalkan adanya tenaga penyekat atau tarik-menarik dan
tenaga pemisah atau tolak-menolak, kedua tenaga inilah yang mempersatukan atau
memisahkan unsur-unsur tadi.
6. Plato (427-347 SM)
Mempunyai titik tolak berpikir yang berbeda
dengan para ahli sebelumnya. Ia menghindari pemikiran yang terlalu
materialistik, seperti Demokritos dan Empedokles. Menurut Plato, keanekaragaman
yang tampak ini sebenarnya merupakan suatu duplikat saja dari sesuatu yang
kekal dan immaterial.
7. Aristoteles (348-322 SM)
Ia adalah pemikir terbesar pada zamannya karena
berrhasil membukuka intisari dari ajaran para ahli sebelumnya. Tentang unsur
dasar, ia menyebutkan adanya zat tunggal yang disebut hule. Bentuk zat tunggal
ini bergantung dari kondisinya, dapat berbentuk tanah, air, udara, atau api.
Adanya transmutasi disebabkan oleh keadaan dingin, lembap, panas, dan kering.
Ia juga berpendapat bila di suatu tempat tidak ada apa-apanya (benda), di situ
pasti ada sesuatu yang immaterial, yaitu ether (bukan ether yang kita kenal
sebagai senyawa kimia). Ajaran Aristoteles yang penting adalah suatu pola berpikir
dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika. Tentang alam semesta,
Aristoteles juga percaya bahwa bumi itu berbentuk bulat dan merrupakan pusat
dari alam semesta yang beredar mengelilinginya.
8. Ptolomeus (151-127 SM)
Berpendapat bahwa bumi merupakan pusat dari
jagad raya, berbentuk bulat, diam setimbang tanpa tiang penyangga.
Bintang-bintang menempel tetap pada langit dan berputar mengelilingi bumi
sekali dalam 24 jam. Planet beredar melalui orbitnya sendiri dan terletak
antara bumi dan bintang.
9. Nicolous Copernicus
(1473-1543)
Mempelopori pemikiran prinsip heliosentrisme
(pusat matahari) dengan pokok ajaran sebagai berikut:
a. Matahari adalah pusat
sistem solar sedangkan bumi adalah salah satu planet di antara planet-planet
lain yang beredar mengelilingi matahari.
b. Bulan beredar mengelilingi
bumi dan bersama bumi mengelilingi matahari.
c. Bumi berputar pada porosnya
dari barat ke timur yang mengakibatka adanya siang dan malam da pandangan
gerakan bintang-bintang.
10. Johannes Kepler
(1571-1630)
Ia mengungkapkan pendapatnya antara lain:
a. Planet-planet beredar
mengelilingi matahari pada suatu garis edar yang berbentuk elips dengan suatu
fokus.
b. Bila ditarik garis
imajinasi dari plaet ke matahari dan ia bergerak menurut garis edarnya, luas
bidang yang ditempuh pada jangka waktu yang sama adalah sama.
c. Pangkat dua dari waktu yang
dibutuhkan sebuah planet untuk mengelilingi matahari secara penuh sebanding
dengan pangkat tiga dari jarak rata-rata planet itu terhadap matahari.
11. Galileo (1564-1642)
Menemukan teleskop dan berani mengumumkan
penemuannya meskipun bertentangan dengan pandangan penguasa. Ia membenarkan
dengan ajaran agama yang homosentris atau geosentris. Lebih jauh, ia
mengemukakan bahwa ada empat buah bulan yang mengelilingi Yupiter, adanya
gunung-gunung di bulan dan suatu bintik hitam di matahari yang sangat penting
untuk menghitung kecepatan rotasi matahari, adanya Milky Way atau Bima Sakti.
Dan yang sangat menakjubkan adalah ditemukannya cincin Saturnus.
Masa Copernicus sampai Galileo dapat kita anggap
sebagai permulaan abad ilmu pengetahuan modern, yang menetapkan suatu kebenaran
berdasarkan induksi atau eksperimentasi. Dapatlah disimpulkan bahwa daratan
pemikir Yunani dari Thales sampai Ptolomeus mempunyai kesamaan bahwa bumi
merupakan pusat jagat raya. Pandangan ini disebut geosentris. Tentang bentuk
bumi, pendangan mereka mengalami perkembangan, yaitu dari bumi itu datar
(Babylonia) lalu bumi itu seperti piring mengapung di atas air (Thales), sampai
bumi itu bulat (Pythagoras, Aristoteles, Ptolomeus).
Perubahan pola berpikir terjadi pula pada adanya
unsur dasar atau elemen dasar. Pada zaman Babylonia, orang menganggap semua
benda diciptakan oleh dewa-deewa seperti apa adanya. Pada zaman Yunani, orang
berpendapat bahwa benda itu tidak begitu saja terbentuk. Semua benda terjadi
dari unsur dasar yang sederhana dan berbentuk beraneka ragam melalui suatu
proses.
Adanya unsur dasar juga berkembang dari suatu
zat tunggal, yaitu udara yang dapat berubah bentuk menjadi tiga, yaitu air,
api, dan tanah (Anaximenes) berkembang menjadi empat yaitu tanah, air, udara,
dan api yang dapat mengadakann transmutasi yang disebabkan oleh panas, dingin,
kering, dan lembab (Pythagoras, Aristoteles).
Selanjutnya, Copernicus, Kepler, dan Galileo
merupakan pelopor ilmu pengetahuan modern dengan metode induksinya. Dengan
kesempurnaan alat teropongnya mereka menolak ajaran Aristoteles tentang
geosentrisme dan sebagainya. Mereka beranggapan matahari sebagai pusat system
tata surya (heliosentrisme). Penemuan-penemuan mereka antara lain:
• Bulan mengelilingi bumi dan
bersama bumi mengeliligi matahari;
• Bumi beserta planet-planet
lain beredar mengelilingi matahari melalui garis edar berbentuk elips;
• Matahari merupakan salah satu
bintang dari Milky Way (Bima Sakti) yang anggotanya bermilyar bintang;
• Jagat raya ini tak terbatas.