Wednesday, 29 October 2014

PROSES PERKEMBANGAN POLA PIKIR MANUSIA



1.    Rasa Ingin Tahu/Curiousity
Ilmu pengetahuan alam bermula dari rasa ingin tahu, yang merupakan suatu ciri khas manusa. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda di alam sekitarnya, bulan, bintang, dan matahari, bahkan ingin tahu tentang dirinya sendiri (antroposentris).
Rasa ingin tahu tidak dimiliki oleh makhluk lain, seperti batu, tanah, sungai, dan angin. Air dan udara memang bergerak dari satu tempat ke tempat lain, namun gerakannya itu bukanlah atas kehendaknya sendiri, tetapi akibat dari pengaruh ilmiah yang bersifat kekal.
Bagaimana halnya dengan makhluk-makhluk hidup seperti tumbuhan-tumbuhan dan binatang? Sebatang pohon misalnya, menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan atau gerakan, namun gerakan itu terbatas pada upayanya untuk mempertahankan kelestarian hidupnya yang bersifat tetap. Misalnya, daun-daun yang cenderung mencari sinar matahari atau akar yang cenderung mencari air yang kaya mineral untuk pertumbuhan hidupnya. Kecenderungan semacam ini terus berlangsung sepanjang zaman.
Bagaimana halnya dengan binatang yang juga menunjukkan adanya kehendak untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain?. Kita ambil contoh misalnya ubur-ubur. Binatang ini berpindah tidak atas kehendaknya sendiri. Namun, bagaimana halnya dengan binatang tingkat lebih tinggi yang nyata-nyata mempunyai kemampuan untuk mengadakan eksplorasi terhadap alam sekitarnya? Misalnya, ikan, burung, harimau, ataupun binatang yang sangat dekat dengan manusia, yaitu monyet. Tentunya burung-burung bergerak dari suatu tempat ke tempat lain didorong oleh suatu keinginan, antara lain, rasa ingin tahu. Ingin tahu apakah di sana ada cukup makanan untuknya sendiri atau bersama yang lain. Ingin tahu apakah suatu tempat cukup aman untuk membuat sarang? Setelah mengadakan eksplorasi, tentu mereka jadi tahu. Itulah pengetahuan dari burung tadi. Burung juga memiliki pengetahuan untuk membuat sarang di atas pohon. Burung manyar atau burung tempua pandai menganyam sarangnya yang begitu indah bergelantungan pada daun kelapa. Namun, pegetahuannya itu ternyata tidak berubah dari zaman ke zaman.
Bagaimana halnya dengan monyet  yang begitu pandai? Apabila kita perhatikan baik-baik, kehendak mereka untuk mengeksplorasi alam sekitar itu didorong oleh rasa ingin tahu yang tetap sepanjang zaman atau yang oleh Asimov (1972) disebut sebagai idle curiousity atau dalam buku lain disebut sebagai insting. Insting itu bekerja pada satu hal saja, yaitu mempertahankan kelestarian hidupnya. Untuk itu, mereka perlu makan, melindungi diri, dan berkembang biak.
Bagaimana dengan halnya manusia? Manusia juga memiliki insting seperti yang dimiliki oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan. Namun, manusia memiliki kelebihan, yaitu adanya kemampuan berpikir. Dengan kata lain, curiousity-nya tidak idle, tidak tetap sepanjang zaman. Manusia memiliki rasa ingin tahu yang berkembang, atau kemampuan berpikir. Setelah tahu tentang apa-nya mereka juga ingin tahu bagaimana dan mengapa begitu.
Manusia mampu menggunakan pengetahuannya yang terdahulu utnuk dikombinasikan dengan pengetahuannya yang baru sehingga menjadi suatu akumulasi pengetahuan. Rasa ingin tahu manusia yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan pembendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari, seperti bercocok tanam atau membuat panah atau lembing sebagai senjata untuk berburu, tetapi juga berkembang sampai hal-hal yang menyangkut keindahan.
2.    Mitos
Perkembangan selanjutnya adalah manusia berusaha memenuhi kebutuhan nonfisik atau kebutuhan alam pikirannya. Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terpuaskan hanya atas dasar pengamatan maupun pengalamannya. Untuk itulah, manusia mereka-reka sendiri jawaban atas keingintahuannnya itu.
Selanjutnya jawaban-jawaban atas pertanyaan yang dijawab oleh manusia dengan mereka-reka kemudian diterima sebagai pengetahuan baru yang bermunculan dan kepercayaan itulah yang kita sebut dengan mitos. Cerita yang berdasarkan atas mitos disebut legenda. Mitos timbul  disebabkan antara lain oleh keterbatasan alat indera manusia.
Keterbatasan alat indera manusia sebagai berikut:
1)    Alat Penglihatan
Banyak benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh mata, serta jarak pandang mata yang sangat terbatas.
2)    Alat Pendengaran
Frekuensi pendengaran manusia terbatas pada getaran dengan frekuensi dari 20 sampai 20.000 per detik, lebih kecil ataupun lebih besar dari itu maka tidak dapat terdengar lagi oleh pendengaran manusia.
3)    Alat Pencium dan Pengecap
Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dikecap maupun yang diciumnya, karena sensor penciuman pada hidung dan pengecap pada lidah memiliki kemampuan terbatas dalam mengidentifikasi apa yang sedang dikecap atau dicium. Alat pengecap hanya dapat membedakan 4 macam rasa, sedangkan alat penciuman dapat mencium bau apabila konsentrasinya di udara sudah lebih dari sepersepuluh juta bagian.
4)    Alat Perasa
Alat perasa pada manusia dapat membedakan panas dan dingin. Namun, hal tersebut bersifat relatif pada tiap individu sehingga tidak dapat dijadikan sebagai alat observasi yang tepat.
Pada tiap manusia memiliki kemampuan alat indera yang berbeda. Akibat keterbatasan alat indera inilah yang memungkinkan terjadinya salah informasi, salah tafsir atau salah pemikiran. Manusia telah berupaya meningkatkan ketepatan alat indera dengan cara dilatih maupun bantuan alat, akan tetapi masih belum bisa menghapus keterbatasan tersebut.

Mitos dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena:
a.    keterbatasan pengetahuan yang disebabkan oleh keterbatasan penginderaan, baik langsung maupun dengan alat,
b.    keterbatasan penalaran manusia pada masa itu,
c.    telah terpenuhi hasrat ingin tahunya.

3.    Mitos Antara Pro dan Kontra
Masyarakat dahulu dapat menerima mitos karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan pemikirannya, sedangkan hasrat ingin tahunya berkembang terus. Itulah sebabnya mitos merupakan jawaban yang paling memuaskan pada masa itu.
Puncak hasil pemikiran seperti di atas terjadi pada zaman Babylonia, yaitu kira-kira 700-600 SM. Pendapat orang Babylonia tentang alam semesta antara lain adalah bahwa alam semesta merupakan suatu ruangan atau selungkup. Lantainya adalah bumi yang datar, sedangkan langit dengan bintangnya merupakan atapnya. Di langit ada semacam jenndela yang memungkinkan air hujan dapat sampai ke bumi. Adapun perhitungan bidang edar matahari sama dengan 362,25 hari.
Horoskop atau ramalan nasib manusia berdasarrkan perbintangan juga berasal dari aman Babylonia ini. Masyarakat waktu itu, bahkan mungkin masih ada juga pada masa kini, dapat menerima karena pengetahuan yang mereka peroleh dari kenyataan pengamatan dan pengalaman tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah hidup yang mereka hadapi.
Karena kemampuan berpikir manusia semakin maju dan disertai pula oleh perlengkapan pengamatan, misalnya teropong bintang, mitos dengan berbagai legendanya makin ditinggalkan, dan mereka cenderung menggunakan akal sehat atau rasionya.

Orang-orang Yunani lainnya yang patut dicatat sebagai pelopor perubahan pola masa itu ialah sebagai berikut ini.
1.    Anaximander (610-546 SM)
Seorang pemikir yang sezaman denga Thales berpendapat bahwa alam semesta yang kita lihat itu berbentuk seperti bola dan bumi sebagai pusatnya. Langit dan segala isinya beredar mengelilingi bumi. Pendapat ini bertahan hingga dua abad lamanya. Ia juga mengajarkan pembuatan jam matahari atau petunjuk waktu, yaitu dengan menegakkan sebuah tongkat di atas bumi yang horizontal, dan menentukan bahwa bayangan tongkat itu menjadi petunjuk waktu dan juga titik balik matahari.
2.    Anaximenes (560-520 SM)
Berpendapat bahwa unsur dasar pembentukan semua benda adalah air. Namun, air merupakan salah satu bentuk saja. Ia dapat merenggang menjadi api (gas) atau memadat menjadi tanah (padat). Inilah yang disebut teori pertama tentang transmutasi unsur-unsur. Namun Herakleitos (560-470 SM) menentang pendapat itu. Ia berpendapat bahwa apilah yang menyebabkan adanya transmutasi tanpa air, benda-benda akan tetap seperti adanya.
3.    Pythagoras (+500 SM)
Menyatakan bahwa unsur dasar ada empat, yaitu tanah, air, api, dan udara. Pythagoras juga menemukan hukum dalam perhitungan matematika yang dikenal sebagai dalil Pythagoras. Tentang alam semesta, Pythagoras berpendapat bahwa bumi ini bulat dan berputar. Karena berputar maka tampak seolah-olah alam berputar mengelilingi bumi.
4.    Demokritos (460-370 SM)
Berkaitan dengan permasalahan tentang unsur dasar, Demokritos berpedapat bahwa bila suatu benda dipecah atau dibagi secara terus-menerus, pada suatu saat akan sampailah pada bagian terkecil dari benda itu. Bagian terkecil dari benda itu yang tak dapat dibagi-bagi lagi disebut atomos atau atom. Karena kecilnya, atom itu tidak tampak oleh mata. Kata atom inilah yang kita pakai sampai sekarang, tentunya dengan konsep yang berbeda dengan konsep atom Demokritos.
5.    Empedokles (480-430 SM)
Berdasarkan ajaran Pythagoras tentang empat unsur dasar, ia memperkenalkan adanya tenaga penyekat atau tarik-menarik dan tenaga pemisah atau tolak-menolak, kedua tenaga inilah yang mempersatukan atau memisahkan unsur-unsur tadi.
6.    Plato (427-347 SM)
Mempunyai titik tolak berpikir yang berbeda dengan para ahli sebelumnya. Ia menghindari pemikiran yang terlalu materialistik, seperti Demokritos dan Empedokles. Menurut Plato, keanekaragaman yang tampak ini sebenarnya merupakan suatu duplikat saja dari sesuatu yang kekal dan immaterial.
7.    Aristoteles (348-322 SM)
Ia adalah pemikir terbesar pada zamannya karena berrhasil membukuka intisari dari ajaran para ahli sebelumnya. Tentang unsur dasar, ia menyebutkan adanya zat tunggal yang disebut hule. Bentuk zat tunggal ini bergantung dari kondisinya, dapat berbentuk tanah, air, udara, atau api. Adanya transmutasi disebabkan oleh keadaan dingin, lembap, panas, dan kering. Ia juga berpendapat bila di suatu tempat tidak ada apa-apanya (benda), di situ pasti ada sesuatu yang immaterial, yaitu ether (bukan ether yang kita kenal sebagai senyawa kimia). Ajaran Aristoteles yang penting adalah suatu pola berpikir dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika. Tentang alam semesta, Aristoteles juga percaya bahwa bumi itu berbentuk bulat dan merrupakan pusat dari alam semesta yang beredar mengelilinginya.
8.    Ptolomeus (151-127 SM)
Berpendapat bahwa bumi merupakan pusat dari jagad raya, berbentuk bulat, diam setimbang tanpa tiang penyangga. Bintang-bintang menempel tetap pada langit dan berputar mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam. Planet beredar melalui orbitnya sendiri dan terletak antara bumi dan bintang.
9.    Nicolous Copernicus (1473-1543)
Mempelopori pemikiran prinsip heliosentrisme (pusat matahari) dengan pokok ajaran sebagai berikut:
a.    Matahari adalah pusat sistem solar sedangkan bumi adalah salah satu planet di antara planet-planet lain yang beredar mengelilingi matahari.
b.    Bulan beredar mengelilingi bumi dan bersama bumi mengelilingi matahari.
c.    Bumi berputar pada porosnya dari barat ke timur yang mengakibatka adanya siang dan malam da pandangan gerakan bintang-bintang.
10.    Johannes Kepler (1571-1630)
Ia mengungkapkan pendapatnya antara lain:
a.    Planet-planet beredar mengelilingi matahari pada suatu garis edar yang berbentuk elips dengan suatu fokus.
b.    Bila ditarik garis imajinasi dari plaet ke matahari dan ia bergerak menurut garis edarnya, luas bidang yang ditempuh pada jangka waktu yang sama adalah sama.
c.    Pangkat dua dari waktu yang dibutuhkan sebuah planet untuk mengelilingi matahari secara penuh sebanding dengan pangkat tiga dari jarak rata-rata planet itu terhadap matahari. 
11.    Galileo (1564-1642)
Menemukan teleskop dan berani mengumumkan penemuannya meskipun bertentangan dengan pandangan penguasa. Ia membenarkan dengan ajaran agama yang homosentris atau geosentris. Lebih jauh, ia mengemukakan bahwa ada empat buah bulan yang mengelilingi Yupiter, adanya gunung-gunung di bulan dan suatu bintik hitam di matahari yang sangat penting untuk menghitung kecepatan rotasi matahari, adanya Milky Way atau Bima Sakti. Dan yang sangat menakjubkan adalah ditemukannya cincin Saturnus.
Masa Copernicus sampai Galileo dapat kita anggap sebagai permulaan abad ilmu pengetahuan modern, yang menetapkan suatu kebenaran berdasarkan induksi atau eksperimentasi. Dapatlah disimpulkan bahwa daratan pemikir Yunani dari Thales sampai Ptolomeus mempunyai kesamaan bahwa bumi merupakan pusat jagat raya. Pandangan ini disebut geosentris. Tentang bentuk bumi, pendangan mereka mengalami perkembangan, yaitu dari bumi itu datar (Babylonia) lalu bumi itu seperti piring mengapung di atas air (Thales), sampai bumi itu bulat (Pythagoras, Aristoteles, Ptolomeus).
Perubahan pola berpikir terjadi pula pada adanya unsur dasar atau elemen dasar. Pada zaman Babylonia, orang menganggap semua benda diciptakan oleh dewa-deewa seperti apa adanya. Pada zaman Yunani, orang berpendapat bahwa benda itu tidak begitu saja terbentuk. Semua benda terjadi dari unsur dasar yang sederhana dan berbentuk beraneka ragam melalui suatu proses.
Adanya unsur dasar juga berkembang dari suatu zat tunggal, yaitu udara yang dapat berubah bentuk menjadi tiga, yaitu air, api, dan tanah (Anaximenes) berkembang menjadi empat yaitu tanah, air, udara, dan api yang dapat mengadakann transmutasi yang disebabkan oleh panas, dingin, kering, dan lembab (Pythagoras, Aristoteles).
Selanjutnya, Copernicus, Kepler, dan Galileo merupakan pelopor ilmu pengetahuan modern dengan metode induksinya. Dengan kesempurnaan alat teropongnya mereka menolak ajaran Aristoteles tentang geosentrisme dan sebagainya. Mereka beranggapan matahari sebagai pusat system tata surya (heliosentrisme). Penemuan-penemuan mereka antara lain:
•    Bulan mengelilingi bumi dan bersama bumi mengeliligi matahari;
•    Bumi beserta planet-planet lain beredar mengelilingi matahari melalui garis edar berbentuk elips;
•    Matahari merupakan salah satu bintang dari Milky Way (Bima Sakti) yang anggotanya bermilyar bintang;
•    Jagat raya ini tak terbatas.

No comments:

Post a Comment