PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai
kajian di banyak negara menunjukkan kuatnya hubungan antara pendidikan
(sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia), dengan tingkat
perkembangan bangsa-bangsa tersebut yang ditunjukkan oleh berbagai
indikator ekonomi dan sosial budaya. Pendidikan
yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan yang merata,
bermutu, dan relevan serta signifikan dengan kebutuhan masyarakat.
Menyadari peran strategis tersebut, BAPPENAS senatiasa mendukung ide
yang menempatkan sektor pendidikan, khususnya pendidikan dasar sebagai
prioritas dalam pembangunan nasional. Bahkan dalam masa krisis ekonomi
sekalipun, pendidikan tetap mendapatkan perhatian meskipun fokusnya
dibatasi pada upaya penanggulangan dampak krisis ekonomi terhadap
pendidikan
Pendidikan
merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, negara maupun
pemerintah pada era reformasi ini. Problematika pendidikan merupakan
sesuatu yang kompleks. Persoalan pendidikan selalu saja ada selama
peradaban dan kehidupan manusia sendiri itu ada. Pembaharuan pendidikan
tidak akan pernah dapat diakhiri. Apalagi dalam abad informasi seperti
saat ini, tingkat obsolescence dan program pendidikan menjadi
sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena perkembangan teknologi yang
digunakan masyarakat dalam sistem produksi barang dan jasa yang begitu
cepat.
Pendidikan
mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap
langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tantangan zaman
yang sering tidak dapat diramalkan, oleh karena itu pendidikan selalu
dihadapkan pada masalah-masalah baru. Masalah yang dihadapi dunia
pendidikan itu demikian luas. Oleh sebab itu, perlu ada rumusan-rumusan
terhadap masalah pendidikan yang dapat dijadikan pegangan oleh pendidik
dalam mengembangkan tugasnya. Masalah-masalah pendidikan tersebut
terdiri dari, pertama: permasalahan secara umum dalam pendidikan seperti
masalah pokok pendidikan, jenis-jenis permasalahan pokok pendidikan,
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah pendidikan, dan pemecahan
masalah pendidikan. Kedua, permasalahan secara khusus dalam pendidikan
khususnya masalah-masalah aktual pendidikan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
1. Masalah pemerataan pendidikan
2. Masalah mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan
3. Masalah keutuhan pencapaian sasaran dalam pendidikan.
4. Masalah kurikulum
5. Masalah peranan guru
6. Masalah pendidikan dasar 9 tahun.
C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui 4 macam masalah pokok pendidikan dan penjelasannya.
2. Menjelaskan hubungan antara masalah-masalah pokok pendidikan tersebut.
3. Menjelaskan pengaruh perkembangan iptek, pertumbuhan penduduk, dan aspirasi masyarakat terhadap perkembangan masalah pendidikan.
4. Menjelaskan (dengan memberikan contoh-contoh) permasalahan aktual pendidikan di Indonesia.
D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini antara lain:
1. Dapat dijadikan acuan bagi para pembaca untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia.
2. Memberikan rambu-rambu kepada pembaca untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pemecahan masalah-masalah pendidikan.
PEMBAHASAN
A. Masalah-masalah Pendidikan
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam
melakasanakan fungsinya sebagai wahana untuk memajukan bangsa dan
kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan
kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk
memperoleh pendidikan. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan
bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan,
sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya
manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan
timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah
yang tidak dapat ditampung di dalam sistem pendidikan atau lembaga
pendidikan karena minimnya fasilitas yang tersedia. Ada beberapa hal
yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan, sebab-sebab tersebut
antara lain:
1) Keadaan geografis yang heterogen sehingga sangat sulit untuk menjangkau daerah-daerah tertentu.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Mutu
pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf
seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama
dilakukan oleh lembaga penghasil produsen tenaga terhadap calon luaran,
dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya, jika output tersebut
”terjun” ke lapangan kerja, penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai
sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Umumnya,
dilakukan diklat (pendidikan dan latihan) atau pemagangan bagi calon
untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja di lapangan. Dengan
kata lain mutu pendidikan dilihat dari kualitas keluarannya.
Kuantitas
yang baik belum tentu memiliki kualitas yang baik, sebaliknya kualitas
yang baik tentu memiliki kuantitas yang baik pula. Kualitas sangat sulit
untuk di ukur, tetapi dampak dari kualitas itu sendiri dapat dirasakan.
Pendidikan
yang bermutu akan menghasilkan manusia yang bermutu pula. Hal ini tentu
saja dapat tercapai jika setiap individu memiliki kriteria-kriteria
yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia seperti yang ada
dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Masalah
efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan
mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan.
Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya
tinggi. Jika terjadi sebaliknya, maka efisiensinya dikatakan rendah.
Beberapa masalah efisensi pendidikan yang penting ialah:
1. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.
2. Bagaimana sarana dan prasarana pendidikan digunakan.
3. Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
4. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga; pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga.
Masalah
pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia
dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Dalam beberapa dekade
terakhir ini jatah jatah pengangkatan sangat terbatas, sedangkan
persediaan tenaga yang siap diangkat lebih besar daripada kebutuhan di
lapangan.
Masalah
penempatan guru, khususnya guru penempatan bidang studi, sering
mengalami ketimpangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan di
lapangan. Suatu sekolah menerima guru baru dalam bidang studi yang sudah
cukup bahkan kelebihan, sedang guru bidang studi yang dibutuhkan tidak
diberikan karena terbatasnya jatah pengangkatan sehingga pada
sekolah-sekolah tertentu seorang guru bidang studi harus merangkap
mengajarkan bidang studi di luar kewenangannya, misalnya guru matematika
mengajar komputer dan lain sebagainya.
Masalah
pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat,
khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. Setiap
kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana dilapangan
(yang berupa penyuluhan, latihan, loka karya, penyebaran buku panduan)
sangat lambat. Padahal proses pembekalan untuk dapat siap memanfaatkan
kurikulum baru memakan waktu. Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat
dicanangkan berlakunya kurikulu, saat, mulai dilaksanakan.
4. Masalah Relevansi Pendidikan
Tugas
pendidikan adalah menyiapkan sember daya manusia untuk pembangunan.
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan
dapat menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan. Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor
pembangunan yang beraneka ragam. Jika sistem pendidikan menghasilkan
luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual
(yang tersedia) maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang
dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi dianggap tinggi.
B. Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia
Adapun permasalahan aktual pendidikan di Indonesia antara lain:
1. Masalah keutuhan Pencapaian Sasaran
Keberhasilan
pendidikan ditentukan oleh 3 aspek; kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Tetapi dalam implementasinya, ketiga aspek tersebut belum
dilakukan secara menyeluruh. Keberhasilan dalam suatu pendidikan
cenderung mengarah pada kemampuan kognitif saja. Dalam pelaksanakan
ketiga aspek tersebut sering mengalami kendala. Kendala tersebut
disebabkan oleh:
1) Beban kurikulum yang terlalu sarat.
2) Program
afektif sulit diprogramkan secara eksplisit, karena dianggap mejadi
bagian dari kurikulum yang tersembunyi yang keterlaksanakannya
tergantung kepada kemahiran dan pengalaman guru.
3) Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu, sehingga memerlukan ketekunan dan kesabaran pendidik.
4) Menilai hasil afektif tidak mudah.
2. Masalah Kurikulum
Masalah
kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah pelaksanaannya. Yang
menjadi sumber masalah ini ialah bagaimana sistem pendidikan dapat
membekali peserta didik untuk memasuki dunia kerja (bagi yang tidak
melanjutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar kuat untuk melanjutkan
ke perguruan tinggi (bagi mereka yang ingin melanjutkan ke perguruan
tinggi). Kedua macam bekal tersebut hendaknya sudah mulai diberikan
sejak masa prasekolah dan SD. Kurikulum yang sering berubah sering
membuat guru tidak siap sehingga mereka terkadang menemui
kesulitan-kesulitan dalam menghadapi perubahan kurikulum ini, misalnya
guru mengalami kendala dalam menyusun RPP, RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran) yang menggunakan format pada kurikulum sebelumnya sering
membuat para guru bingung dalam melakukan penyusunan.
3. Masalah Peranan Guru
Dahulu
guru merupakan pusat belajar, ia satu-satunya sebagai tempat bertanya
dan dianggap serba bisa. Di era sekarang ini tugas guru merupakan tugas
yang berat, karena seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin
pesat, guru dituntut untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang
ada. Yang menjadi permasalahannya adalah apakah guru siap dengan
perubahan itu dan bagaimana ia memposisikan dirinya dalam perubahan itu.
Tentu ia harus memiliki keahlian tertentu agar tidak menjadi guru yang
memiliki pola pikir tradisional.
4. Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun
Masih
ada 111 Kabupaten kota yang belum menuntaskan Wajib Belajar 9 tahun.
Tahun 2008 merupakan batas akhir program Wajib Belajar 9 tahun. Bagi
Indonesia batas akhir tersebut lebih cepat delapan tahun bila
dibandingkan dengan kesepakatan Edication For All (EFA) di
Senegal, yang menargetkan tuntas pada tahun 2015. Angka Partisipasi
Kasar (APK) SMP/MTs/Setara sebagai salah satu indikator ketuntasan Wajar
Dikdas hingga tahun 2007 baru mencapai 92,52%, yang berarti masih
kurang 2,48% untuk mencapai target APK tuntas paripurna sebesar 95%
(amanat Inpres No. 5 Tahun 2006). 92,52% diperoleh dari Jumlah peserta didik SMP/MTs/Setara:Jumlah anak usia 13-15 tahun 100% (11.926.443: 12.890.334100%= 92,52%).
Disamping itu, saat ini masih ada sekitar 963.891 anak usia 13-15 tahun
belum mendapatkan pelayanan pendidikan (Balitbang, Depdiknas, 2007).
Angka tersebut diperoleh dari jumlah penduduk usia 12.890.334 orang pada
tahun 2007 dikurangi jumlah siswa SMP/MTs/Setara 11.926.443 pada tahun
yang sama. Mengingat keadaan geografis Indonesia yang tidak merata tentu
mengalami kendala untuk mengejar target tersebut terlebih lagi terhadap
anak yang berada di pulau terluar di Indonesia. Pertanyaannya adalah
apakah masalah penuntasan Wajib Belajar 9 tahun sudah mencapai target?.
Secara statistik ia, tapi pada kenyataannya di ”lapangan” masih banyak
anak-anak yang putus sekolah. Siapa yang salah; pemerintahkah, orang tua
atau terhadap individu anak itu sendiri yang tidak mau bersekolah.
Jawabnya adalah semua bisa salah dan semua bisa benar. Jika ada
kesadaran yang penuh dari kedua komponen tersebut (dalam hal ini
pemerintah dan rakyat) tentu saja target dapat tercapai. Untuk di
Sumatera Selatan Kabupaten/kota sasaran SP2WB tahun 2007 di targetkan
pada Kabupaten/Kota Musi Banyuasin, pada tahun 2006 APK yang dicapai
sebesar 68,73% sedangkan di tahun 2007 APK yang dicapai 70,55% (Sumber: Direktorat Pembinaan SMP, Ditjen Mandikdasmen, Depdiknas 2008).
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu:
1. Perkembangan Iptek dan seni
2. Laju pertumbuhan penduduk
3. Aspirasi Masyarakat
4. Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan
1. Perkembangan iptek dan seni
Terdapat
hubungan yang erat antara pendidikan dengan iptek. Ilmu pengetahuan
merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam
semesta, dan teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu
pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Sebagai contoh
betapa eratnya hubungan antara pendidikan dengan iptek itu, misalnya
sering suatu teknologi baru yang digunakan dalam suatu proses produksi
menimbulkan kondisi ekonomi sosial baru lantaran perubahan pernyataan
kerja, dan mungkin juga penguraian jumlah tenaga kerja atau kerja,
kebutuhan bahan-bahan baru, sistem pelayanan baru, sampai kepada
berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersebut minimal dapat
mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin
rumusan baru tunjangan pendidikan seperti sarana laboratorium dan
ketenangan. Begitu juga dengan perkembangan seni, Perkembangan kualitas
seni secara terprogram menuntut tersedianya sarana pendidikan tersendiri
di samping program-program lain dalam sistem pendidikan, disinilah
timbul masalah pendidikan kesenian yang mempunyai fungsi begitu penting
tetapi disekolah-sekolah saat ini menduduki kelas dua. Pendidikan
kesenian baru terlayani setelah program studi yang lain terpenuhi
pelayanannya.
2. Laju pertumbuhan penduduk
Dengan
bertambahnya jumlahnya, maka penyediaan prasarana dan sarana pendidikan
beserta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan harus ditambah.
Dan ini berarti beban pembangunan nasional menjadi bertambah.
Pertambahan penduduk yang diiringi dengan meningkatnya usia rata dengan
meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka kematian, mengakibatkan
berubahnya struktur kependudukan, yaitu proporsi usia sekolah dasar
menurun, sedangkan proporsi usia sekolah lanjutan, angkatan kerja, dan
penduduk usia tua meningkat berkat kemajuan bidang gizi dan kesehatan.
Dengan demikian terjadi pergeseran pemintaan akan fasilitas pendidikan,
yaitu untuk sekolah lanjutan cenderung lebih meningkat dibanding dengan
permintaan akan fasilitas sekolah dasar.
3. Aspirasi Masyarakat
Aspirasi
masyarakat dalam banyak hal meningkat, khususnya aspirasi terhadap
pendidikan, hidup yang sehat, aspirasi terhdap pekerjaan. Kesemua ini
mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Sebagai akibat
dari meningkatnya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan maka orang tua
mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anak-anaknya
memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari orang tuanya sendiri.
Akibatnya, pada sisi lain dalam hal aspirasi membanjirnya
pelamar-pelamar pada sekolahan. Arus pelajar meningkat. Dikota-kota
pendidikan non formal semakin menjamur. Konsekuensinya adalah terjadinya
seleksi penerimaan siswa pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
Seleksi kurang efektif, jumlah murid melebihi kapasitas semestinya,
diadakannya sekolah bergilir pagi dan sore, kekurangan guru, kekurangan
sarana dan lain sebagainya. Dampak langsung dan tidak langsung dari
kondisi sebagai sebagai yang digambarkan tersebut terjadi penurunan
efektifitas. Namun demikian tidaklah berarti aspirasi terhadap
pendidikan harus diredam, justru sebaliknya harus ditingkatkan, utamanya
pada masyarakat yang belum maju dan masyarakat di daerah terpencil,
sebab aspirasi menjadi motor penggerak pembangunan.
4. Keterbelakangan budaya dan saran kehidupan
Keterbelakangan
budaya merupakan satu isstilah yang diberikan oleh sekelompok
masyarakat yang menganggap dirinya sudah maju kepada masyarakat lain
yang dianggap belum maju. Keterbelakangan itu dapat diartikan masyaakat
terpencil, masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis, dan masyarakat
kurang terdidik. Yang menjadi permasalahannya adalah bahwa kelmpok
masyarakat yang keterbelakangan kebudayaannya tidak ikut berpartisipasi
dalam pembangunan. Sebab mereka kurang memiliki dorongan untuk maju.
Jadi inti permasalahannya ialah memberikan pemahaman kepada mereka
tentang hakikat pendidikan itu sendiri, menyadarkan mereka akan
ketertinggalannya, bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan, dan
bagaimana sistem pendidikan dapat melibatkan mereka.
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan
hasil pemaparan dari makalah ”di atas” dapat disimpulkan bahwa misi
pendidikan ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan,
karena itu pendidikan selalu menghadapi masalah. Penyebabnya adalah
pembangunan sendiri selalu mengikuti perkembangan zaman yang selalu
berubah. Pertama karena sifat sasarannya adalah manusia yang merupakan
makhluk yang kompleks. Kedua, karena pendidikan harus mengantisipasi
hari depan dan banyak mengundang pertanyaan. Oleh karena itu agar
masalah-masalah pendidikan dapat dipecahkan, maka diperlukan rumusan
tentang masalah-masalah pendidikan yang bersifat pokok yang dapat
dijadikan acuan bagi pemecahan-pemecahan masalah praktis yang timbul
dalam praktek pendidikan di lapangan.
B. Saran
Dengan
dikemukakan masalah-masalah pokok pendidikan, disarankan para pembaca
turut mengupayakan alternatif untuk mencari solusi terhadap
masalah-masalah pendidikan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2008. Pelangi Pendidikan; Deklarasi Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Pada Akhir Tahun 2008. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2008. Pelangi Pendidikan; Forum Tenaga Kependidikan Edisi 6/ Volume 3. Jakarta: Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
http://pelangi.dit-plp.go.id
Tirtarahardja, Umar dan S. L La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim asa mandiri. 2007. Undang-Undang SISDIKNAS UU RI No. 20 Th. 2003. Jakarta: Penerbit Asa Mandiri.
No comments:
Post a Comment